Bahkan ada anak yang kata pertamanya bukan mama papa atau ibu bapak lagi, tapi mask atau masker
"Mereka enggak bisa main, padahal kan biasanya anak bersosialisasi. Bahkan, saat ketemu orang itu mereka cemas. Biasa ketemu melalui video call, ketika bertemu langsung ada keanehan sosial, cemas, malu. Mereka butuh waktu lama untuk bisa observasi lagi," ujar Samanta.

Baca juga: Mitos soal tumbuh kembang anak yang harusnya dihindari

Selain itu, Samanta mengatakan penggunaan gawai yang berlebihan selama pandemi juga meningkatkan pengaruh terhadap ketiga aspek tersebut karena anak tidak mendapatkan stimulasi yang tepat. Akibatnya, anak-anak akan menjadi lebih individualis, egosentris, cepat bosan, dan sering tantrum.

Oleh karena itu, Samanta mengingatkan pentingnya peran orang tua untuk selalu memberikan stimulasi agar pertumbuhan dan perkembangan anak dapat tercapai secara optimal.

Beberapa contoh kegiatan yang dapat menstimulasi anak, menurut Samanta, di antaranya dengan membacakan buku-buku bergambar, mengajak anak melakukan kegiatan seni, main 'pura-pura', hingga menarasikan proses sosial yang terjadi.

"Menarasikan proses sosial yang terjadi misalnya kalau ada keluarga datang, sampaikan mereka datang dari mana, berapa lama perjalanannya. Kemudian main pura-pura itu misalnya orang tua jadi ibu guru, anak kita jadi dokter, nanti dari situ dia tahu dan akan siap ketika menghadapi kondisi yang sebenarnya," ujar Samanta.

"Di masa yang menantang ini, orang tua memang harus lebih kreatif dalam menciptakan berbagai aktivitas yang juga dapat memberikan stimulasi untuk anak," pungkasnya.

Baca juga: Menciptakan momen bersama dapat meningkatkan kedekatan keluarga

Baca juga: Arti penting mainan untuk tumbuh kembang anak

Baca juga: Tiga langkah untuk tanamkan pola pikir "pro-growth" pada anak

Pewarta: Suci Nurhaliza
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2022