Jakarta (ANTARA News) - Pejabat Kementerian Kesehatan dr Rustam S Pakaya,MPH menegaskan bahwa dirinya belum pernah menerima surat penetapan sebagai tersangka dalam kasus yang disangkakan, yakni terkait dugaan korupsi dalam kasus alat kesehatan di kementerian itu tahun 2007.

"Saya belum pernah menerima surat penetapan sebagai tersangka, artinya posisi saya masih sebagai saksi, tetapi rekan-rekan pers telah men-`judge` sehingga pemberitaan tersebut betul-betul memukul harga diri saya dan keluarga," katanya dalam penjelasan bersama kuasa hukumnya Marbun Purba, SH di Jakarta, Jumat.

Dengan klarifikasi yang disampaikan itu, kata dia, ia berbesar harapan bisa menjawab atau meluruskan berita-berita miring tersebut.

Ia menjelaskan, media massa dengan merujuk pada juru bicara KPK Johan Budi SP pada Rabu (28/10) melansir bahwa pihaknya menetapkan seorang tersangka berinisial RSP terkait dugaan korupsi dalam kasus alat kesehatan di Kementerian Kesehatan (Kemkes) tahun 2007.

RSP yang diketahui adalah Rustam S Pakaya, menurut Johan, bertindak sebagai kuasa pengguna anggaran merangkap pejabat pembuat komitmen pada proyek pengadaan alat kesehatan I untuk kebutuhan Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan (kini Kemkes) dari dana DIPA revisi APBN PPK Sekjen Depkes tahun 2007.

Ia mengatakan modus tersangka yakni menyalahgunakan wewenang dengan cara memberi perintah untuk menyusun spesifikasi alat kesehatan yang mengarah pada produk tertentu, sekaligus melakukan evaluasi teknis proyek yang seharusnya dilakukan panitia pengadaan barang dan jasa.

RSP yang saat ini menjabat sebagai Direktur Sumberdaya Manusia Rumah Sakit Dharmais diduga menerima uang dari rekanan penyedia barang dan jasa dari proyek senilai Rp40 miliar, dan atas perbuatannya diperkirakan negara dirugikan sekitar Rp6,7 miliar.

Menurut Rustam, sejak masa kecil ia telah bercita-cita untuk membantu dan mengabdi, terutama masyarakat kecil yang mebutuhkan pelayanan kesehatan. Berdasarkan tekad ini, masuk di Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Setelah itu, ia berdinas di Los Palos, Timor Timor 1983 hingga 1998, dan pada Januari 2009 Memimpin Tim Bantuan Kemanusiaan ke Gaza, Palestina.

Ia mengaku bahwa tantangan dan hambatan sudah menjadi asam garam dalam karirnya, termasuk mengalami pasang surut misalnya jabatan saat ini Eselon II b di mana sebelumnya saat menjabat Kapus PPK Eselon II a mencapai prestasi yang diakui oleh dunia, yakni Dirjen WHO waktu berkunjung ke Indonesia akhir 2009 menyatakan memberikan apresiasi tinggi.

"Dan telah menyatakan kepada 192 negara anggota WHO agar belajar ke Indonesia dalam hal penanganan bencara dalam bidang kesehatan, meskipun saya tidak ditempatkan pada posisi sebagaimana sepatutnya, namun sebagai anak bangsa saya selalu bersandar dan berpegang pada kuasa Allah SWT," katanya.

Kemudian, kata dia, Dirjen WHO ini diikuti dengan pemberian penghargaan "Global Champions Of Disaster" dari PBB kepada Presiden Susilo bambang Yudhoyono beberapa bulan lalu.

Bahkan, masalah yang dihadapi saat ini dinilainya tidak terlepas dari ujian yang harus dilalui, "Namun, Insya Allah semuanya dapat berjalan sesuai dengan petunjuk-Nya," katanya.

Dirinya menyatakan tidak su`uzhon (berprasangka buruk) kepada siapapun, namun berharap agar semua pihak dalam hal ini sejawatnya di Kemkes, para supliyer maupun aparat penegak hukum untuk dapat melihat permasalahan yang lebih jernih.

"Tentu saya berharap kita sama-sama dapat menemukan kebenaran yang hakiki, bukan kebenaran yang bersifat asumsi," katanya.

Ia kembali menyatakan bahwa maksud klarifikasi yang dilakukannya ini untuk meluruskan pemberitaan-pemberitaan yang sebelumnya amat sangat memojokkan diri dan keluarga.

"Sepertinya saya telah divonis secara sepihak (trial by press), oleh karenanya kesempatan ini ingin kami gunakan hak kami untuk meluruskan hal-hal yang tidak benar," katanya.

"Diam itu emas, namun apabila harus bicara maka bicara itu adalah intan," tambahnya sambil menegaskan dirinya tidak pernah melakukan perbuatan melawan hukum sebagaimana yang disinyalir oleh media massa beberapa waktu lalu.

Menurut dia, selama menjabat sebagai Kepala Pusat Penanggulangan Krisis (PPK) Depkes pada 30 Desember 2005 hingga 31 Januari 2010, semua proses pengadaan barang dan jasa di departemen itu telah melalui proses tender sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku.

Pelaksanaan tender itu sendiri, kata dia, juga dilakukan dengan transparan dan disaksikan oleh berbagai pihak.

"Kami memiliki bukti-bukti berupa rekaman elektronik maupun dokumen terkait yang akan kami serahkan aparat penegak hukum, dalam hal ini KPK untuk dijadikan bahan masukan dan pertimbangan dalam proses pemeriksaan sehingga kebenaran materiil dapat ditemukan dan saya bisa mendapatkan keadilan," katanya.

Secara logika sehat saja, kata dia, ia dalam mengelola tugas-tugas yang dibebankan pemerintah cq. Menteri Kesehatan selama kepemimpinannya kurang lebih empat tahun di PPK telah menghadapi lebih dari 1.000 kali bencana.

"Dan dalam hal mengelola program bantuan kepada jutaan masyarakat Indonesia yang mengalami dampak bencana, dalam catatan kami terjadi efesiensi anggaran sekitar Rp160 miliar, dan telah disetorkan kembali ke kas negara," katanya.

"Sebagai anak bangsa saya mengerti benar apa yang harus dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan. Saya prihatin dengan perkembangan pemberitaan media massa beberapa waktu yang lalu yang sangat sepihak telah memojokkan posisi saya dengan menyebutkan bahwa saya tersangka," katanya.(ANT)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011