Timika (ANTARA) - Ratusan anak usia sekolah di Kampung Banti 1, Banti 2, Opitawak dan Kimbeli, Distrik Tembagapura, Kabupaten Mimika, Papua dilaporkan kini tidak bersekolah lantaran aktivitas persekolahan di wilayah itu hingga kini belum dimulai kembali sejak 2017.

Kepala SDI Banti Markus Lepang di Timika, Rabu, mengatakan, sejak 2021 saat para orang tua kembali ke Banti, Opitawak dan Kimbeli, setelah berbulan-bulan diungsikan ke Timika, banyak anak-anak usia sekolah ikut orang tua mereka kembali ke kampung halamannya.

"Selama empat tahun ini, sudah banyak anak-anak usia sekolah di Banti. Kami menerima laporan dari para orang tua murid bahwa di sana sudah ada ratusan anak usia sekolah dari kelas 1 sampai kelas 4. Sejak 2017 memang tidak ada lagi pelayanan pendidikan di sana," ujar Markus.

Baca juga: Enam prajurit Marinir korban penembakan KKB dievakuasi ke Timika

Aktivitas persekolahan di SDI Banti maupun SMPN Banti terhenti total sejak Oktober 2017 saat wilayah itu dimasuki gerombolan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB).

Setelah guru-guru, tenaga kesehatan dan masyarakat diungsikan dari Banti, Opitawak dan Kimbeli ke Timika, pada Februari 2018 KKB membakar gedung SDI Banti, SMPN Banti dan Rumah Sakit Waa-Banti.

Meski penduduk beberapa kampung dekat Kota Tembagapura itu telah kembali pada Februari 2021, namun aktivitas persekolahan belum juga digelar.

Baca juga: Bupati Puncak serahkan santunan untuk korban pembantaian KKB di Timika

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan beberapa waktu lalu sudah membangun kembali gedung sekolah di Banti, namun kini kondisinya sudah rusak berat, tinggal menyisahkan tiang-tiang penyangga.

"Tokoh-tokoh masyarakat, kepala kampung dan kepala suku menyampaikan bahwa guru-guru jangan dulu ke Banti karena situasi keamanan belum benar-benar kondusif seperti dahulu," kata Markus.

Baca juga: Jenazah dua anggota marinir korban penembakan KKB dievakuasi ke Timika

Saat ini sebanyak 14 siswa kelas 6 SDI Banti yang bermukim di beberapa tempat di sekitaran Kota Timika terus mendapatkan pembelajaran untuk mempersiapkan diri menghadapi ujian akhir sekolah.

Aktivitas pembelajaran siswa SDI Banti itu menumpang pada dua ruangan gedung Multi Purpose Community Center (MPCC) milik Yayasan Pemberdayaan Masyarakat Amungme dan Kamoro (YPMAK) di kawasan Kelurahan Kwamki, Timika.

"Sejak 2019 kami menumpang belajar di gedung MPCC. Setiap enam bulan kami harus mengajukan permohonan secara tertulis ke manajemen YPMAK. Kami hanya menggunakan dua ruangan untuk menyelamatkan anak-anak Banti yang akan mengikuti ujian akhir," tutur Markus.


Siapkan uang transport

Markus menyebut para siswa SDI Banti yang kini aktif bersekolah di gedung MPCC YPMAK bermukim di berbagai tempat sekitar Kota Timika seperti Kwamki Lama, SP2 SP3, SP5, SP9, SP12 mengikuti orang tua mereka. Karena itu, setiap hari pembelajaran yaitu pada Senin, Rabu dan Jumat, pihak sekolah memberikan uang transport Rp10.000 per siswa yang hadir.

"Kami hanya melaksanakan pembelajaran tiga kali seminggu karena tempat tinggal anak-anak sangat jauh. Awalnya kami menyediakan nasi kotak untuk anak-anak, namun karena kendala finansial maka setiap pertemuan kami memberikan mereka makanan ringan, termasuk uang transport," jelas Markus.

Baca juga: Karyawan PTT selamat dalam penyerangan KKB dievakuasi ke Timika

Sesuai data SDI Banti, jumlah siswa sekolah itu seluruhnya sebanyak 182 orang dari kelas 1 hingga kelas 6 dengan jumlah tenaga guru yang bertugas saat ini sebanyak empat orang.

Sebagian siswa kini sudah pindah seperti ke Sekolah Asrama Taruna Papua milik YPMAK dan beberapa sekolah lainnya di wilayah Timika.

Baca juga: Dua prajurit Yonif 501 terluka tembak dievakuasi ke Timika

Adapun keberlangsungan pendidikan di SDI Banti ke depan, kata Markus, sangat tergantung dari kebijakan Bupati Mimika Eltinus Omaleng dan Kepala Dinas Pendidikan Mimika Jenni O Usmani.

"Kami masih menunggu kebijakan dari Bupati dan Kepala Dinas Pendidikan apakah nanti setelah liburan sekolah bulan Juli persekolahan di Banti akan diaktifkan kembali. Kami berharap sebelum sekolah diaktifkan harus didahului dengan pertemuan semua tokoh masyarakat, kepala suku, kepala kampung untuk mendengarkan langsung aspirasi mereka apakah siap bekerja sama dengan sekolah dan guru-guru, termasuk untuk melindungi keamanan guru-guru. Itu yang sangat penting," ujar Markus.

Pewarta: Evarianus Supar
Editor: Tunggul Susilo
Copyright © ANTARA 2022