Jakarta (ANTARA News) - Pembahasan RUU Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang terhenti sejak beberapa bulan lalu akibat tidak adanya kesepakatan Pemerintah dan DPR, pada Senin mulai dibahas kembali.

Pansus RUU OJK hari ini mengundang Gubernur BI Darmin Nasution dan Deputi Gubernur BI Halim Alamsyah dalam rapat Panja OJK yang diadakan di sebuah hotel di Jakarta Selatan.

Ketua Pansus OJK Nusron Wahid mengatakan pembahasan OJK dimulai kembali untuk mengurai beberapa pasal yang masih belum selesai pada pembahasan yang lalu terutama mengenai susunan Dewan Komisioner OJK.

"Kalau deadlock komosioner sudah ada kemajuan, tapi kami belum bisa bicara," katanya.

Mengenai kehadiran Gubernur BI untuk pertama kali dalam pembahasan RUU OJK, Nusron mengatakan hal itu dilakukan untuk membicarakan soal pengawasan perbankan bersama.

"Kami bicara masa depan pengawasan perbankan paska OJK pada satu sisi, karena BI masih memiliki hak surveilance atau makro prudentil seperti saat ini," katanya.

Menurutnya, setelah OJK terbentuk BI masih memiliki hak mengawasi perbankan tapi untuk kepentingan lain yaitu untuk kepentingan moneter untuk negara. Jadi selain industri perbankan berkembang lebih baik, tetapi juga untuk kepentingan individu agar lebih sehat.

Untuk kepentingan itu, lanjutnya akan dibahas kembali apakah mengenai mekanisme pengawasan bersama dengan BI tersebut, hanya untuk bank-bank yang menguasai 80 persen aset atau semua bank.

Serta apakah pengawasan bersama itu diperbolehkan tiap hari, atau hanya ad hoc.

"Kalau saya pribadi, direktorat pengawasan perbankan di BI tidak dibubarkan tapi ditransformasi jadi pengawasan makro pudential sehingga tidak harus ditangani dua deputi gubernur," katanya.

Mengenai permintaan BI agar fungsi pengawasan perbankan tidak pisah dari BI, menurutnya tidak bisa diberikan oleh DPR dan Pemerintah karena OJK dibentuk untuk memisahkan fungsi pengawasan dari fungsi BI.

Sementara itu, Deputi Gubernur BI Halim Alamsyah mengatakan BI diundang ke rapat Pansus itu untuk memberikan masukan mengenai keberadaan OJK nantinya.

"Kami hanya menyampaikan pandangannya yang terkait dengan koordinasi antara BI dan OJk serta bagaimana dampak terhadap pelaksanaan kebijakan moneter dan upaya stabilisasi sektor keuangan jika terjadi gejolak," katanya.

Menurutnya, jika OJK berdiri harus ada koordinasi dalam konteks pengawasan dengan BI dan pendapat BI ini sudah lama disampaikan ke DPR.

"Intinya topik soal koordinasi BI dan OJK supaya tugas OJK dan BI berjalan optimal. Selain itu untuk mencegah kepentingan BI dalam pengendalian moneter berkurang efektifitasnya, sehingga kalau terjadi gejolak di pasar keuangan, BI bisa melakukan pengendalian dengan efektif dan cepat," katanya.

Seperti apa mekanisme koordinasi itu, Halim mengatakan belum mengetahuinya dan menyerahkannya kepada Pemerintah dan DPR.

(ANTARA)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2011