Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami dugaan aliran uang untuk tersangka mantan Wali Kota Banjar Herman Sutrisno (HS) karena mempermudah proses perizinan usaha di Kota Banjar, Jawa Barat.

KPK memeriksa enam saksi untuk tersangka Herman di Gedung Perwakilan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Provinsi Jawa Barat, Selasa (29/3) dalam penyidikan kasus dugaan korupsi terkait proyek pekerjaan infrastruktur pada Dinas PUPR Kota Banjar tahun 2012-2017.

"Para saksi hadir dan dikonfirmasi antara lain terkait dengan dugaan aliran uang dari beberapa perusahaan untuk tersangka HS karena mempermudah diterbitkannya proses perizinan usaha di wilayah Kota Banjar," ucap Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Rabu.

Baca juga: KPK sebut banyak kontraktor dimenangkan usai suap eks Wali Kota Banjar

Enam saksi yang diperiksa, yakni Citra Reynantra selaku Direktur CV Citra Prima, Smamat Rahmat sebagai PNS/ajudan wali kota, Yufizar selaku Dirut PT Brahmakerta Adiwira, Wahyu Utama S sebagai Direktur CV Mungaran Cahaya, Erman Hendrawan selaku Dirut PT Sentra Karyatama Prima, dan Ahadiyat sebagai Dirut PT Promix Prima Karya.

Sedangkan, satu saksi lainnya, yakni Abdul Muhyi sebagai karyawan PT Artha Buana Mandiri tidak hadir dan dijadwalkan ulang pemanggilannya.

Selain Herman, KPK juga telah menetapkan Rahmat Wardi (RW) dari pihak swasta/Direktur CV Prima sebagai tersangka pemberi suap.

KPK menyebut Rahmat sebagai salah satu pengusaha jasa konstruksi di Kota Banjar diduga memiliki kedekatan dengan Herman selaku Wali Kota Banjar periode 2008-2013.

Sebagai wujud kedekatan tersebut, KPK menduga sejak awal telah ada peran aktif dari Herman diantaranya dengan memberikan kemudahan bagi Rahmat untuk mendapatkan izin usaha, jaminan lelang, dan rekomendasi pinjaman bank sehingga Rahmat bisa mendapatkan beberapa paket proyek pekerjaan di Dinas PUPRPKP Kota Banjar.

Antara 2012-2014, Rahmat dengan beberapa perusahaannya mengerjakan 15 paket proyek pekerjaan pada Dinas PUPRPKP Kota Banjar dengan total nilai proyek sebesar Rp23,7 miliar dan sebagai bentuk komitmen atas kemudahan yang diberikan oleh Herman maka Rahmat memberikan "fee" proyek antara 5 persen sampai dengan 8 persen dari nilai proyek untuk Herman.

Pada Juli 2013, Herman diduga memerintahkan Rahmat melakukan peminjaman uang ke salah satu bank di Kota Banjar dengan nilai yang disetujui sekitar Rp4,3 miliar yang kemudian digunakan untuk keperluan pribadi Herman dan keluarganya sedangkan untuk cicilan pelunasannya tetap menjadi kewajiban Rahmat.

Selanjutnya, Rahmat juga diduga beberapa kali memberikan fasilitas pada Herman dan keluarganya diantaranya tanah dan bangunan untuk pendirian Stasiun Pengisian dan Pengangkutan Bulk Elpiji (SPPBE) di Kota Banjar. Selain itu, Rahmat juga diduga memberikan sejumlah uang untuk biaya operasional rumah sakit swasta yang didirikan oleh Herman.

KPK juga menyebut selama masa kepemimpinan Herman sebagai Wali Kota Banjar periode 2008-2013 diduga pula banyak menerima pemberian sejumlah uang dalam bentuk gratifikasi dari para kontraktor dan pihak lainnya yang mengerjakan proyek di Pemkot Banjar. Saat ini, tim penyidik masih terus melakukan penghitungan jumlah nilai penerimaan gratifikasi itu.

Baca juga: KPK jemput paksa mantan Gubernur Riau Annas Maamun
Baca juga: Komisi III DPR menerima penjelasan KPK terkait PNBP tahun 2021
Baca juga: Sahroni: Audit jadi elemen penting pencegahan korupsi

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2022