Jakarta (ANTARA News) - Tiga direksi PT Cipta Graha Nusantara (PT CGN) dituntut 17 tahun penjara karena dinilai terbukti bersalah dalam pidana korupsi kredit macet Bank Mandiri yang merugikan negara sebesar 18,5 juta dolar Amerika Serikat. "Menuntut Majelis Hakim supaya mengatakan para terdakwa bersalah dan menjatuhkan pidana terhadap Eddyson, Saipul Anwar dan Diman Ponijan masing-masing 17 tahun penjara dan denda Rp300 juta subsider enam bulan penjara," kata Jaksa Penuntut Umum (JPU) Undang Mugopal saat membacakan surat tuntutan pidana bagi tiga direksi PT CGN itu di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa petang. Dalam surat tuntutan pidana itu, jaksa menilai Eddyson selaku Direktur Utama, Diman Ponijan selaku Direktur dan Saipul Anwar selaku Komisaris Utama PT CGN telah terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana pasal dakwaan yaitu pasal 2 (1) jo pasal 18 UU 31 /1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 (1) ke-1 jo pasal 64 KUHPidana. Berdasarkan fakta-fakta yang terungkap di persidangan, jaksa menyatakan unsur-unsur pasal dakwaan telah terpenuhi, yaitu unsur "setiap orang", "melakukan perbuatan melawan hukum", "memperkaya diri atau suatu korporasi", "secara bersama-sama" dan "perbuatan berkelanjutan". Dalam pemeriksaan perkara korupsi itu, jaksa mengemukakan bahwa pengucuran kredit dari Bank Mandiri ke PT CGN yang membeli hak tagih PT Tahta Medan itu dilakukan tidak sesuai KPBM (Kebijakan Perkreditan Bank Mandiri) dan UU Perbankan karena permohonan disetujui dalam waktu relatif cepat (satu hari) dan tidak memenuhi prinsip kehati-hatian karena tidak menganalisa capital atau modal PT CGN yang tercatat Rp600 juta. Menurut Jaksa, dana talangan Rp160 miliar yang kemudian dilunasi dengan kredit investasi US$ 18,5 juta itu dikucurkan dengan syarat adanya kesediaan CGN melakukan pembiayaan sendiri (self financing) sebesar US$ 9,1 juta. "Syarat perjanjian perdata adalah itikad baik, yang tidak ada terlihat dari tetap disetujuinya permohonan pengajuan padahal direksi CGN mengetahui tidak adanya kesanggupan self financing tapi tetap mengajukan nota," kata jaksa. Selain menuntut Majelis Hakim menjatuhkan pidana penjara dan denda, JPU juga meminta para terdakwa dikenai kewajiban mengganti uang kerugian negara cq Bank Mandiri sebesar US$ 18,5 juta yang ditanggung bersama dengan besar yang sama rata, yang bila tidak dipenuhi akan diganti dengan pidana selama tiga tahun. Jaksa juga menuntut agar barang bukti milik terdakwa berupa aset tanah dan bangunan dirampas untuk negara cq Bank Mandiri. Menurut jaksa, tuntutan pidana itu diajukan dengan pertimbangan adanya pemberatan yaitu perbuatan yang dilakukan saat dana dibutuhkan ditengah kesulitan perekonomian, tindak pidana itu tidak mendukung upaya pemerintah yang memerangi korupsi dan tidak adanya rasa bersalah yang ditunjukkan oleh para terdakwa. Usai pembacaan tuntutan itu, salah seorang terdakwa Diman Ponijan mengatakan hal itu merupakan fitnah. "Kami merasa tuntutan itu tidak masuk akal, kami mengutuk orang-orang yang mengajukan fitnah ini sehingga bisa muncul tuntutan tang begitu dahsyat," kata Diman. Majelis Hakim yang diketuai Sri Mulyani memberi kesempatan kepada para terdakwa maupun penasihat hukum untuk mengajukan pledoi atau nota pembelaan dalam waktu satu pekan. Menanggapi hal itu, kuasa hukum terdakwa John Waliry meminta waktu dua pekan sementara Diman Ponijan memohon waktu satu bulan. Majelis Hakim menyatakan tetap pada rencana semula yaitu memberi waktu satu pekan untuk mempersiapkan pledoi. Sidang pembacaan surat tuntutan itu dimulai pukul 09.00 WIB dan berlangsung hingga pukul 19.20 WIB dengan satu kali reses. Majelis Hakim menunda sidang hingga Selasa, 21 Februari dengan agenda pembacaan pledoi.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2006