Jakarta (ANTARA News) - Amerika Serikat yang selama ini dipandang publik sebagai negara yang memerangi Islam, ternyata memiliki warga yang sangat toleran dan menghargai Islam serta agama lainnya.

Hal tersebut diutarakan oleh seorang Tokoh Muslim asal Indonesia yang tinggal di Amerika Serikat, Syamsi Ali, dalam kunjungannya di LKBN ANTARA, Jakarta, Rabu.

Dalam kunjungannya ke Indonesia, Syamsi menggambarkan hubungan yang kuat antarkomunitas dan umat beragama di Amerika Serikat.

"Hubungan antara nonmuslim dan muslim Amerika masih sangat erat. Sebelum kejadian 11 September pun kegiatan Muslim di Amerika sudah sangat kuat, tetapi itu baru sebatas Muslim-Kristen dan hampir belum ada Muslim-Yahudi. Saya kira 11 September itu mengubah segala sesuatu," kata Syamsi.

Pada 2008, muslim Amerika dan Yahudi di negara tersebut bahkan mengadakan kegiatan yang disebut "The Twinning of Mosques and Synagogues".

Dalam kegiatan tersebut, masjid-masjid dan sinagog, kuil umat Yahudi, dipersaudarakan layaknya saudara kembar sekali dalam setahun.

"Pada hari Sabtu, kita (Muslim) diundang untuk datang ke sinagog untuk mengamati cara ibadah mereka (Yahudi) lalu setelah itu kita berdialog. bahkan kita membawa makanan halal, mereka membawa makanan kosher," kata Syamsi.

Begitu pula sebaliknya, pada hari Minggu bangsa Yahudi datang ke masjid-masjid membawa makanan kosher dan umat Muslim mebawa makanan halal, lalu mereka berdialog.

Menurut anggota Dewan Muslim Amerika di New York itu, pada 2008 terdapat 50 masjid dan 50 sinagog ikut dalam kegiatan tersebut.

"Hal itu mengejutkan karena pada tahun sebelumnya masih ada perasaan umum yang mengatakan bahwa Yahudi membenci kita (Muslim) dan Islam membenci Yahudi. Sedangkan tahun 2009, terdapat 100 masjid dan 100 sinagog yang ikut serta kegiatan tersebut di Amerika dan Kanada," kata Syamsi yang juga imam Masjid Indonesia di New York.

Tahun 2011, mulai bulan November, kegiatan tersebut akan juga diadakan di Eropa, Argentina, Afrika Selatan, dan Australia.

Dukungan warga AS juga hadir ketika terjadi demonstrasi menentang anggota kongres AS Peter King yang mengadakan jajak pendapat tentang apa yang dia sebut radikalisasi muslim di Amerika.

Demonstrasi tersebut dihadiri juga oleh artis sekaligus produser musik hip hop Russell Simmons yang juga seorang yang aktif dalam usaha perdamaian antarkelompok manusia.

Russell, yang mempunyai sekitar 6 juta pengikut di akun Twitternya menuliskan "I am a Moslem, too" dalam akun Twitternya. "Bahkan Kim Kardahsian juga mengikuti langkah Russell," kata Syamsi.

Selain itu penyanyi Rap Kanye West juga dikabarkan ikut mendukung dan hadir di demonstrasi tersebut. Banyaknya artis yang mendukung demonstrasi tersebut, menyebabkan media juga berdatangan untuk meliput.

"Seingat saya, selama 14 tahun di Amerika `event` itu merupakan `event` yang paling banyak diliput," kata Syamsi, "Jadi poin saya adalah betapa nonmuslim di Amerika itu banyak sekali membantu kita dan itu merupakan sesuatu yang perlu kita kabarkan sehingga tidak terjadi generalisasi".

Walaupun masih ada beberapa diskriminasi terhadap umat Muslim, namun hal itu sudah mulai terkikis, kata Syamsi.

Sebelumnya, pada 2009 Syamsi Ali mendapat penghargaan "Ellis Island Medal of Honor Award" karena dianggap sebagai tokoh yang telah memberikan sumbangan kepada masyarakat maupun kepada kehidupan secara umum di Amerika Serikat, khususnya di kota New York.

Penghargaan yang diberikan kepada Syamsi termasuk sangat membanggakan karena hanya pernah diterima oleh individual-individual yang hebat seperti mantan presiden AS George H.W. Bush dan Bill Clinton, tokoh politik Amerika, pebisnis sekaliber Donald Trump, altlet semacam Muhammad Ali atau tokoh dunia seperti mantan Presiden Majelis Sidang Uumum PBB, Sheikha Haya Rashid Al Khalifa.

"Sebagai seorang muslim di Amerika, saya sekarang ini bukan pada posisi untuk mengambil dari Amerika. tapi kita sekarang ini berada pada posisi untuk memberikan kembali ke Amerika. Hal terbaik yang bisa kita berikan kepada negara ini adalah membuat Amerika menjadi Amerika yang lebih baik," kata Syamsi.

Pendapat yang mengatakan bahwa ada perbenturan peradaban merupakan sesuatu yang sudah basi dan masanya untuk kita untuk membuktikan sebaliknya adalah ada dialog antar peradaban, kata Syamsi.

"Ketika kita mengkaji agama-agama yang ada, ternyata semua agama mempunyai ruang untuk dialog. Maka mari kita buka sebesar-besarnya ruang tersebut agar bisa terjadi dialog antar umat beragama, antar komunitas, bahkan antar bangsa," kata Syamsi. *
(T.SDP-04/H-KWR)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011