Pupuk urea sebelum konflik Rusia-Ukraina, sampai bulan Oktober tahun lalu untuk urea sudah naik tiga kali lipat
Jakarta (ANTARA) - Guru besar IPB University Prof Dwi Andreas Santosa menyebutkan bahwa kenaikan harga pupuk sudah naik hingga tiga kali lipat sebelum terjadinya perang antara Rusia dan Ukraina pada Oktober 2021.

"Pupuk urea sebelum konflik Rusia-Ukraina, sampai bulan Oktober tahun lalu untuk urea sudah naik tiga kali lipat," kata Dwi dalam keterangannya saat dihubungi di Jakarta, Selasa.

Andreas mengatakan bahwa seluruh pupuk yang berbasis nitrogen juga sudah mengalami kenaikan antara dua sampai dua setengah kali lipat.

Pupuk yang mengandung nitrogen seperti NPK, sementara di pasar internasional dikenal dengan pupuk amonium fosfat naik cukup tinggi.

Kenaikan harga pupuk tersebut, kata Andreas, disebabkan oleh melonjaknya harga gas alam dunia sejak akhir tahun lalu dikarenakan permintaan yang juga meningkat di seluruh dunia.

Selain itu, lanjut Andreas, harga pupuk kembali meningkat disebabkan oleh konflik antara Rusia dan Ukraina. Kenaikan harga pupuk dikarenakan pasokan pupuk dari Rusia terganggu akibat negara tersebut masih dalam status perang dengan Ukraina.

"Rusia ini adalah eksportir terbesar pupuk di dunia. Yang diekspor Rusia itu ada amonium, ada urea, ada potasium yang terbesar. Jadi, sudah barang tentu ini terganggu juga akibat perang Rusia-Ukraina, sehingga ada potensi harga pupuk akan terus naik," kata Andreas.

Bahkan, Andreas memprediksi kenaikan harga pupuk masih akan terus berlanjut selama Rusia masih berperang dengan Ukraina.

Dia menjelaskan bahwa kenaikan harga pupuk ini sangat menekan kondisi petani yang semakin terpuruk. Hal tersebut dikarenakan petani membutuhkan pupuk komersial atau nonsubsidi untuk memenuhi pemupukan di luar pupuk subsidi.

Andreas juga berpendapat bahwa pengurangan jenis pupuk yang disubsidi oleh pemerintah hanya menjadi Urea dan NPK saja akan berdampak pada petani di beberapa wilayah.

Dia menerangkan bahwa di beberapa wilayah geografis Indonesia membutuhkan unsur hara lain seperti ZA atau amonium sulfat, fosfat, dan sebagainya.

Dia menilai bahwa kebijakan pemerintah yang akan mengurangi jenis pupuk subsidi menjadi hanya urea dan NPK saja terlalu berisiko karena bisa menyebabkan penurunan produksi pangan, khususnya padi.

Baca juga: Pemerintah batasi pupuk subsidi imbas kenaikan harga akibat perang
Baca juga: Perubahan jadi Activist Holding tingkatkan kinerja Pupuk Indonesia
Baca juga: Kementan dorong petani tingkatkan penggunaan pupuk organik

Pewarta: Aditya Ramadhan
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2022