Hal ini demi mempersiapkan mahasiswa sebagai pionir pengembang energi terbarukan di Indonesia
Jakarta (ANTARA) - Mahasiswa peserta Gerakan Inisiatif Listrik Tenaga Surya (Gerilya) mendalami praktik instalasi dan komisioning pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) atap di Pusat Pengembangan Sumber Daya Manusia Ketenagalistrikan Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (PPSDM KEBTKE) Kementerian ESDM.

Berlangsung selama dua hari, praktik dimaksudkan menyiapkan mahasiswa yang akan menjalani team-based project (TBP) di perusahaan panel surya tersebar di seluruh Indonesia.

Kepala PPSDM KEBTKE Laode Sulaiman dalam keterangannya di Jakarta, Jumat menyampaikan site visit dan bimbingan teknis ini merupakan pembekalan bagi para mahasiswa sebelum praktik langsung di lapangan.

"Kegiatan site visit dan bimbingan teknis harapannya menjadikan mahasiswa untuk lebih siap secara teknis untuk menghadapi troubleshooting di lapangan nantinya," ungkapnya saat membuka kegiatan bimbingan teknis peserta Gerilya tersebut.

Selama praktik, lanjut Laode, mahasiswa belajar mengenai pemasangan, pengoperasian, komisioning, pemeliharaan, dan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) PLTS atap.

"Hal ini demi mempersiapkan mahasiswa sebagai pionir pengembang energi terbarukan di Indonesia," lanjutnya.

Menurut Laode, energi surya Indonesia memiliki potensi lebih dari 207,8 gigawatt, namun pemanfaatannya sampai dengan 2020 baru 153,4 megawatt.

Dengan total potensi sebesar 32,5 GW, PLTS atap sangat menjanjikan untuk terus dikembangkan pada sektor industri, bisnis, sosial, pemerintah, maupun rumah tangga.

"Pemerintah tak bisa sendiri, dibutuhkan gerak bersama, baik pelaku usaha, akademisi, asosiasi maupun generasi muda," imbuhnya.

Laode pun berharap program Gerilya terus dijalankan sebagai dukungan aktif mahasiswa dalam berkontribusi memanfaatkan potensi energi surya di Indonesia ke depan.

"Penting kiranya menjaga kesinambungan program Gerilya sebagai satu inisiatif baru yang berfokus pada akselerasi pemanfaatan energi surya di Indonesia," tegasnya.

Tiga tantangan

Keberadaan program Gerilya yang sejalan dengan target bauran energi 2030 dan menuju net zero emission (NZE) di 2060, menurut Laode, terdapat tiga tantangan utama dalam mencapai hal tersebut.

Pertama, ketidakmerataan pembangunan atau inequality. Laode memaparkan saat ini Indonesia sedang mengalami over supply tenaga listrik untuk wilayah Jawa-Bali. Sayangnya, hal tersebut hanya dirasakan di kota-kota besar.

"Cerita berbeda akan kita dapati ketika kita bergeser wilayah terluar Indonesia. Masih banyak dari wilayah Indonesia yang belum bisa menikmati terangnya lampu di malam hari," ungkap Laode.

Kedua, inovasi juga menjadi tantangan bagi Indonesia menuju NZE. "Kita harus terus melakukan inovasi dan peka terhadap teknologi, seperti pengembangan energi baru terbarukan. Jangan sampai ketika kita sibuk membahas PLTS atap, namun jauh di belahan Bumi lainnya manusia telah membahas energy storage, kendaraan listrik, dan teknologi terdepan lainnya. Dalam hal ini sinergi dari segala pihak akan sangat berpengaruh. Kolaborasi antarlini akan melahirkan inovasi-inovasi hebat yang berguna," ungkapnya.

Tantangan terakhir adalah pembiayaan. "Untuk mencapai semua target besar itu, negara membutuhkan pembiayaan yang besar. Tidak akan cukup jika hanya mengandalkan uang negara saja. Oleh karena itu, investor atau pihak asing dapat sangat berpengaruh terhadap keberhasilan program ini," tutup Laode.

Program Gerilya Batch 2 menjaring 57 mahasiswa yang berasal dari 29 universitas di seluruh Indonesia, dengan menyisihkan 1.230 pendaftar Kampus Merdeka Gerilya lainnya.

Pada batch 1, mahasiswa program Gerilya telah membantu pemasangan 2,3 MWp PLTS atap dan menyusun dokumen pre-FS lebih dari 2 MWp.

Baca juga: Pemerintah dorong listrik tenaga surya penuhi kebutuhan industri
Baca juga: Kementerian ESDM dorong pembangunan PLTS atap di pondok pesantren
Baca juga: Menteri ESDM: PLTS bakal jadi tulang punggung energi bersih Indonesia

 

Pewarta: Kelik Dewanto
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2022