Jakarta (ANTARA) - Sekretaris Jenderal DPP Persaudaraan Aktivis dan Warga Nusantara (Pandawa Nusantara) Faisal Anwar mengingatkan para mahasiswa untuk memperkuat manajemen aksi, sehingga tidak ada tangan gelap menumpang pada perjuangan murni mahasiswa.

"Perkuat manajemen aksi dan membatasi aksi yang akan dilakukan di waktu yang akan mendatang. Jangan sampai ada tangan-tangan gelap yang terus mengais momentum demi kepentingan tertentu di tengah murninya perjuangan mahasiswa," kata Faisal dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Senin.

Menurut dia, aksi demonstrasi yang digalang oleh mahasiswa, Senin, telah dinodai dengan adanya kelompok yang membuat rusuh dan sengaja membuat kekacauan.

"Kami meminta kepada aparat yang berwenang untuk mengusut tuntas pelaku yang membuat kericuhan," katanya.

Dia menduga kekerasan yang menimpa pegiat sosial media dan dosen Universitas Indonesia (UI) Ade Armando dilakukan oleh kelompok yang disinyalir mempersiapkan diri agar aksi mahasiswa menjadi rusuh.

Baca juga: Kapolda Metro sebut Ade Armando alami luka parah di kepala

Pandawa Nusantara mengutuk keras atas perbuatan yang tidak manusiawi berupa pemukulan terhadao Ade Armando saat aksi berlangsung di depan Gedung DPR/MPR Senayan, Jakarta, Senin.

"Kami melihat beberapa kali peristiwa aksi demonstrasi selalu ada yang menjadi martir. Aksi sebelumnya, masih segar dalam ingatan kita, ada perwira polisi yang dikeroyok oleh oknum demonstran di depan Gedung DPR/MPR; dan kali ini terjadi lagi," terangnya.

Sebelumnya, pengajar di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UI Ade Armando dianiaya kelompok orang saat mengikuti aksi demonstrasi di depan Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin.

Ade dianiaya sekumpulan massa yang diduga bukan dari kelompok mahasiswa dalam demonstrasi yang dilakukan aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI).

Baca juga: Polda Metro ultimatum pengeroyok Ade Armando menyerahkan diri
Baca juga: GP Ansor desak polisi segera tangkap penganiaya Ade Armando

Pewarta: Fauzi
Editor: Fransiska Ninditya
Copyright © ANTARA 2022