Jakarta (ANTARA) - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) menerima kajian ilmiah berupa naskah akademik memastikan regulasi Hak Penerbit (Publisher Rights) satu langkah menuju kepastian untuk bisa direalisasikan.

Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik (IKP) Kementerian Kominfo Usman Kansong menjelaskan penyusunan naskah akademik merupakan salah satu tahapan untuk meningkatkan status draft, rancangan, yang diserahkan pada bulan Oktober tahun lalu.

Baca juga: Dirjen IKP: Masyarakat perlu diedukasi konsumsi berita berbayar

“Jadi memang sekarang ini kan Dewan Pers menyerahkan secara resmi naskah akademik kepada Menteri Komunikasi dan Informatika. Dan ini juga kita publikasikan ke masyarakat bahwa ada tahapan yang lebih meningkat dari sebelumnya masih berupa draft. Ini kita sampaikan supaya publik tahu, aware, bahwa ada satu rancangan peraturan yang sedang diajukan secara bersama-sama Dewan Pers dan Kementerian Kominfo," kata Usman dalam keterangannya, Rabu.

Secara simbolis naskah akademis itu diterima oleh Menteri Kominfo Johnny G.Plate dari Ketua Komisi Hubungan Antar Lembaga dan Internasional Dewan Pers Agus Sudibyo.

Naskah akademis itu akan menjadi dasar ulasan payung hukum mengenai hak penerbit yang nantinya diajukan kepada Presiden Joko Widodo.

Menkominfo akan bersurat kepada Kementerian Sekretariat Negara dengan melampirkan naskah akademik regulasi hak penerbit.

“Prosesnya berawal dari Dewan Pers (task force-nya), kemudian diserahkan kepada Menkominfo. Selanjutnya Menkominfo akan bersurat mengirimkan naskah akademik dan aturan ini (publisher rights) kepada Kementerian Sekretariat Negara. Nantinya, Setneg akan memberikan semacam arahan apa berbentuk Peraturan Pemerintah atau Peraturan Presiden. Nah, ini setiap jenis aturan beda prosedurnya. Nanti kalau Setneg sudah memutuskan maka kita akan komunikasikan kepada publik,” ujar Usman.

Baca juga: Dirjen IKP harap naskah akademik hak penerbit diserahkan pada 12 April

Sesuai arahan Menkominfo Johnny G. Plate nantinya Kementerian Kominfo akan melibatkan "Task Force Media Sustainability" dan publik jika proses penyusunan aturan ini berlanjut ke tahapan berikutnya.

Dengan demikian pembuatan regulasi ini transparan dan diketahui publik secara umum.

“Jika PP misalnya, nanti masyarakat jadi tahu seperti apa, pasti akan melibatkan publik lebih banyak lagi dan yang menjadi inisiator itu adalah Kementerian Kominfo sebagai leading sector. Jika dalam bentuk Perpres maka sepenuhnya hak Kemensetneg bersama Presiden. Nanti saat penyusunan, harmonisasi, sinkronisasi dan seterusnya sesuai prosedur, ini juga harus kita sampaikan kepada publik supaya tahu,”katanya.

Apabila pengaturan hak penerbit berupa PP, artinya pemerintah akan melibatkan partisipasi publik yang lebih luas.

Tetapi apabila aturan itu dijadikan Perpres terbatas, tentu saja komunikasi bisa dilakukan dalam bentuk komunikasi yang lebih intensif di antara para eksekutif lalu Kementerian Sekretariat Negara yang akan mengkomunikasikan kepada publik.

Semua tahapan penyusunan regulasi hak penerbit tentunya akan ditampilkan secara transparan dan disampaikan seluas- luasnya kepada publik.

“Kita komunikasikan kepada publik agar mereka paham ada prosedur-prosedur tertentu untuk PP, Perpres, untuk undang-undang yang lain. Ini supaya publik tahu, ke depan tidak digugat prosedurnya,” tutupnya.



Baca juga: Dewan Pers: "Publisher rights" bukan sikap anti-platform digital

Baca juga: Kominfo: "Publisher rights" jaga konvergensi media lebih berimbang

Baca juga: Ketua MPR dukung kebijakan Presiden Jokowi terkait "publisher rights"

Pewarta: Livia Kristianti
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2022