Oleh Masnun

Mataram (ANTARA News) - "Kering sudah tanah pertiwi, kubersedih. Angin dingin tiada mengalir, kuberpikir apa yang terjadi. Kucoba dengarkan hati jika bumi bisa bicara, kutahu ia akan bertanya sampai kapan kau hanya terima tanpa bisa memberi," demikian sepenggal bait lagu karya musisi kakak beradik Katon Bagaskara dan Agustinus "Nugie" Gusti Nugroho.

Tembang berlirik puitis bertajuk "Jika Bumi Bisa Bicara" (JB3) yang berisi jeritan hati musisi kakak beradik itu dituangkan dalam sebuah nada sambung pribadi atau Ring Back Tone (RBT)/I-Ring hijau yang diluncurkan di obyek wisata hutan Lemor, Desa Swele, Kecamatan Pringgasele, Kabupaten Lombok Timur (sekitar 93 kilometer arah timur Mataram).

Tembang karya Katon-Nugie itu diluncurkan bersamaan dengan penanaman pohon secara simbolis yang merupakan salah satu program Dana Suaka Margasatwa (WWF) Indonesia di lereng Gunung Rinjani yang juga didukung sejumlah perusahaan, hasil penjualan RBT seluruhnya disumbangkan untuk.

Katon Bagaskara dan Nugie adalah musisi yang melewati perjalanan karir musiknya dengan jalur dan genre yang berbeda. Kendati demikian, dua bersaudara itu memiliki minat yang sama dalam menyelamatkan alam Indonesia dari kerusakan yang lebih parah dan lebih luas lagi dari ancaman perubahan iklim global.

Peluncuran nada sambung pribadi, JB3 itu merupakan kelanjutan penandatanganan Nota Kesepakaman yang dilakukan Direktur Eksekutif WWF Indonesia, DR Mubariq Ahmad, Katon Bagaskara dan Nugie di Jakarta pada 6 November 2008, bersamaan dengan pengangkatan Katon sebagai Supporter Kehormatan WWF-Indonesia. Sementara Nugie bergabung dengan WWF-Indonesia mulai 1995.

Musisi pemerhati lingkungan, Katon Bagaskara mengaku cukup prihatin dengan kondisi lingkungan yang kerusakannya semakin parah sekarang ini, karena itu ia merasa terpanggil untuk ikut menyelamatkan bumi dari kehancuran, alam harus diselamatkan.

"Karena itu sebagai sumbangsih saya terhadap upaya menyelamatkan lingkungan semua hasil penjualan nada sambung pribadi, JB3 kami sumbangkan untuk sosialisasi konservasi alam dan penyelamatan bumi ini dari kehancuran," ujarnya.

Namun, katanya, apa yang ia perbuat ini tidak akan banyak artinya, tanpa kepedulian seluruh masyarakat, yakni dengan menggunakan RBT JB3 menjadi nada sambung telepon seluler (ponsel), dengan cara ini maka yang bersangkutan ikut menyelamatkan bumi dari kenacuran.

Menurut dia, kalau saja jutaan penggunan ponsel menggunakan nada sambung pribadi itu, maka setiap bulan akan terkupul dana sedikitnya Rp500 juta, khusus dari PT Indosat yang menjadi pionir dalam penggunaan nada sambung pribadi tersebut, belum lagi dari operator seluler lain, seperti Telkomsel Ekselkomindo.

Apa yang dilakukan dua musisi kakak beradik ini merupakan wujud komitmen mereka untuk konservasi.

Kedua musisi bersaudara itu sejak awal banyak berkiprah sebagai pencipta lagu dan penyanyi tembang-tembang bernafaskan kecintaan pada alam, petualangan dan refleksi sosial, album triloginya, "Bumi, Air dan Udara" di pertengahan tahun 90-an memberikan sumbangan penting bagi dunia musik bertema lingkungan di Indonesia.

Sementara itu, gaya lirik puitis karya Katon Bagaskara selama ini sering terinspirasi oleh lingkungan alam yang dia sayangi, sebagaimana tercermin dalam beberapa hits lagunya, seperti "Pasir Putih", "Harmoni Menyentuh", "Meniti Hutan Cemara", "Merapi" dan "Negeri di Awan".

Pernyataan serupa juga diutarakan Nugie, ia merasa terpanggil untuk menyelamatkan lingkungan dari kehancuran, selama ini telah banyak bumi berikan untuk manusia, namun sangat sedikit yang diberikan kepada alam yang sedang "sakit".

"Karena itu, saya akan terus menciptakan lagu-lagu bertema alam, saya dilahirkan dari keluarga yang mencintai alam. Untuk kampanye konservasi saya sering turun ke daerah, dari alam saya banyak mendapatkan aspirasi," kata musisi yang menyumbangkan lagunya saat peresmian penyelenggaraan Konfrensi Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di Bali, Desember 2007.

Sementara itu, Mubariq Ahmad mengatakan, peluncuran dua buah inisiatif tersebut pada saat bersamaan merupakan sebuah berita gembira bagi program konservasi di Indonesia, khususnya Lombok.

"Dukungan berbagai pihak terhadap program konservasi WWF Indonesia di lereng Gunung Rinjani menunjukkan bahwa kerja keras masyarakat Lombok bersama pegiat-pegiat konservasi di Pulau Lombok yang indah ini telah diapresiasi dan didukung kalangan pengusaha," ujarnya.

Kawasan Gunung Rinjani dengan ketinggian 3.726 meter di atas permukaan laut (dpl) itu merupakan daerah penyimpan air dan penyangga sistem kehidupan yang sangat vital bagi seluruh masyarakat Lombok. Program penyelamatan ekosistem yang sangat unik ini merupakan upaya serius guna mencapai pembangunan berkelanjutan dan berkeadilan di Indonesia.

Upaya cerdas

Upaya Katon dan Nugie mendonasikan atau menyumbangkan lagu mereka yang berjudul "Jika Bumi Bisa Berbicara" dalam bentuk nada sambung pribadi untuk aktivitas penyadaran atau sosialisasi konservasi di Indonesia adalah upaya cerdas merangkul masyarakat seluas mungkin untuk semakin peduli terhadap kelestarian bumi dan seisinya.

Sebelumnya, pada 2007 Pemerintah Kabupaten (Pemkab) dan DPRD Lombok Barat telah menyepakati sebuah peraturan daerah (perda) yang mengatur mengenai pembayaran jasa lingkungan bagi masyarakat di lereng Gunung Rinjani.

Melalui perda tersebut sebagian biaya yang dibayarkan kepada masyarakat pengguna jasa air minum PDAM Lombok dialokasikan untuk untuk masyarakat di Gunung Rinjani sebagai balas jasa menjaga hutan penyangga sistem kehidupan di pulau tersebut. Di dunia internasional mekanisme ini dikenal sebagai pembayaran atas jasa lingkungan atau Payment for Environmental Services (PES).

Pada kegiatan yang dilakukan WWF Indonesia itu juga melibatkan sejumlah perusahaan, yakni Nokia Asiat Pasifik Pte Ltd, PT Indosat Tbk, PT Federal International Finance (FIF) The Hongkong and Shanghai Banking Corporation Limited (HSBC), PT Toyota Astra Motor dan Ranch Market pada kawasan hutan seluas 148 hektare.

Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB), HM Zainul Majdi, mengatakan bahwa ketika Gunung Rinjani yang menyuplai air dalam jumlah besar dan menjadi gantungan kehidupan masyarakat Lombok mengalami degradasi mata air yang luar biasa, maka dalam beberapa tahun kedepan daerah ini akan gersang, kering dan kekurangan sumberdaya air.

"Di kawasan Taman Nasional Gunung Rinjani sekarang ini terancam gundul, karena itu harus menjadi perhatian kita semua," katanya pada acara peluncuran nada sambung pribadi karya Katon Bagaskara-Agustinus Gusti Nugroho (Nugie) di Lombok.

Pada acara yang bersamaan dengan penanaman simbolis program WWF Indonesia di Lemor, Lombok Timur, yang berada sekitar 93 kilometer arah timur Mataram, ia mengatakan, NTB adalah provinsi yang memiliki persentase lahan kritis cukup luas.

Menurut dia, dari lahan yang ada sekitar 509.225,75 hektare atau lebih dari setengah juta hekatare kawasan di daerah ini tergolong sebagai lahan kristis.

Di dalam kawasan hutan, lanjutnya, sekitar 237.592 hektare atau hampir seperempat juta hektare lahan masuk kategori kritis, sedangkan lahan kritis di luar kawasan hutan sekitar 271.632,81 hektare.

Karena itu, harus ada upaya yang sungguh-sungguh dan luar dengan melibatkan masyarakat banyak terutama yang ada di sekitar Taman Nasional Guunung Rinjani (TNGR) agar dalam beberapa tahun kedepan tidak mengakibatkan NTB menjadi gersang, kering dan kekurangan sumberdaya air.

"Oleh karena itu, kami dari pemerintah Provinsi NTB sangat mendukung inisiasi yang dilakukan WWF Indonesia, ada salah satu dari misi pembangunan daerah ini 2009-2013, yakni mengembangkan ekonomi pedesaan berbasis sumberdaya lokal dan mengembangkan investasi dengan mengedepankan pendekatan pembangunan berkelanjutan," ujarnya.

Zainul mengatakan, ada beberapa peritiwa dalam beberapa hari terakhir yang semakin membuka mata kita bahwa menjaga ekosistem lingkungan, kelestarian hutan dan menjaga daya dukung lingkungan adalah sangat penting dan merupakan keniscayaan untuk kemakmuran kita semua.

Beberapa waktu lalu di beberapa kabupaten/kota di NTB terjadi banjir yang luar biasa, diantara faktor penyebab musibah tersebut adalah "illegal logging" di kawasan hutan dan pembukaan hutan oleh masyarakat yang mungkin karena faktor ekonomi.

Ia megemukakan, banyak sekali masyarakat di sekitar hutan yang masih termarjinalkan dari sektor ekonomi, mereka membutuhkan pendampingan atau pembedayaan.

Karena itu, kalau pelaku illegal logging itu pengusaha besar, maka harus ditindak, namun jika perambahan hutan dilakukan masyarakat, perlu dilakukan pembinaan atau upaya penyadaran bahwa menjaga ekosistem merupakan tanggungjawab semua pihak.

"Beberapa hari lalu terjadi peristiwa tanah longsor pada penggilan emas secara ilegal di Kabupaten Lombok Barat, karena penggalian yang sangat masif akhirnya terjadi musibah yang menelan korban jiwa," ujarnya.

Menurut dia, dua peristiwa dan peristiwa lain tersebut seharusnya memberikan kesadaran dan perhatian agar di dalam melaksanakan program pembangunan di NTB harus memperhatikan ekosistem lingkungan.

Pemprov NTB telah mencanangkan program Gerakan NTB Hijau, yakni suatu upaya terpadu untuk menyelamatkan hutan melalui penanaman secara masal dengan jumlah bibit yang disalurkan sebanyak 10,3 juta pohon.

Dia mengatakan, jumlah itu besar, namun jika hanya ditanam, tetapi tidak dirawat, maka itu tidak akan banyak artinya bagi lingkungan dimasa mendatang.

Dengan demikian, pendekatan yang dilakukan WWF dengan beberapa perusahaan yang memilih untuk menanam pada areal tertentu kemudian melakukan proses pendampingan, dirawat dan dijaga selama jangka waktu tertentu, sekitar 10 tahun, diharapkan akan menjadi embrio dari suatu gerakan menanam kembali yang lebih terkelola dan lebih berkesibambungan di masa datang.

Gerakan NTB Hijau juga didukung oleh Gerakan Perempuan Tanam Tebar dan Pelihara pohon untuk ketahanan pangan dan Gerakan Sabuk Hijau yang dilaksanakan Keluarga Besar Dinas PU Propinsi dan kabupaten/kota dalam memperingati Hari Bhakri ke-63 PU dengan penanaman 10.000 pohon di sekitar dam, embung dan sepanjang jalan provinsi dan kabupaten se-NTB

"Penyelematan bumi dan alam Indonesia termausk NTB tidak bisa tawar-tawar lagi, kita jangan menunggu kondisinya semakin parah dan kian banyak korban yang jatuh akibat bencana alam yang disebabkan kerusakan hutan," kata Gubernur NTB. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2009