Denpasar (ANTARA) - Ketua Dekranasda Provinsi Bali Putri Suastini Koster mengatakan pelaksanaan Pameran Bali Bangkit yang telah dilaksanakan sejak 2021, merupakan salah satu upaya untuk melestarikan warisan budaya leluhur.

"Khususnya, warisan kain tradisional tenun endek. Di samping itu kami harapkan mampu membangkitkan semangat berkarya bagi pelaku industri kecil dan menengah," kata Putri Koster saat menyampaikan sambutan di Denpasar, Kamis.

Istri Gubernur Bali itu saat menyampaikan sambutan pada kegiatan peragaan busana untuk mengisi Pameran IKM Bali Bangkit Tahap III Tahun 2022 tersebut mengingatkan menjaga keluhuran warisan budaya menjadi tugas bersama.

"Jangan sampai warisan budaya yang sedari dulu dipertahankan, rusak dan punah oleh kita selaku generasi penerus yang tidak mau melatih tangan untuk menenun," ucapnya.

Jika kita tidak mampu berkarya dengan mencipta kain tenun endek, menurutnya, setidaknya kita turut berpartisipasi membeli dan menggunakannya, sehingga dapat meningkatkan jumlah permintaan.

"Kegiatan ini bukan sekadar fashion show yang berlenggak-lenggok di atas panggung, namun ada multiefek secara internal maupun eksternal yang ditimbulkan," ujarnya.

Menurut dia, dengan melibatkan staf dan pegawai yang ada di OPD Pemprov Bali, maka dapat membangun silaturahim antara satu dengan lain.

"Secara psikologis akan tumbuh imun yang baik dalam tubuh karena peserta fashion show dapat menghias rambut, wajah dan tubuhnya (berbusana)," katanya.

Secara eksternal, ujarnya, menunjukkan ASN peduli pada produk IKM tidak hanya dalam kata-kata, namun secara nyata, karena mereka secara langsung sudah membeli produk (kain dan riasan) yang dijual oleh pelaku IKM di pameran Bali Bangkit tersebut.

Dia mengemukakan dengan puluhan perajin yang menjadi peserta Pameran IKM Bali Bangkit, rata-rata dalam setiap kali tahapan pameran yang berlangsung dalam satu bulan, membukukan transaksi hingga di atas Rp1,5 miliar.

Pameran itu, lanjut Putri Koster, juga mengajarkan kita semua untuk menggunakan pakaian sesuai pakem.

"Silahkan menggunakan baju atau busana yang sesuai dengan tubuh kita, tetapi jangan sampai menjadi korban mode karena gairah menggunakan kain tenun tradisional sudah mulai meningkat," katanya.

Ia menyampaikan setiap penggunaan pakaian di tubuh memiliki filosofi masing-masing, salah satunya penggunaan selendang saat kita menggunakan kain saat ke pura.

"Selendang memiliki filosofi pengendalian diri yang dimulai dari perut, sehingga mampu mengarahkan cara berpikir untuk lebih baik," ujarnya.

Pewarta: Ni Luh Rhismawati
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2022