Pemerintah akan membantu Rp65 juta pertoko koperasi untuk keperluan pelatihan manajemen hingga peralatan yang dibutuhkan agar memenuhi standar UKM Mart,"
Jakarta (ANTARA News) - Ritel modern dan ritel tradisional selalu terbelah dalam dikotomi yang tak berujung.

Keduanya juga selalu menjadi bahan perbincangan dan diskusi panjang yang tampak sulit menemui titik solusi yang adil.

Sayangnya ritel tradisional yang hampir seluruhnya dimotori oleh pelaku koperasi dan UKM ditempatkan sebagai objek penderita yang tidak seberuntung ritel modern.

Daya saing ritel tradisional yang hampir tak pernah terbangun tergilas oleh modernisasi peritel masa kini yang dibekali modal besar.

Kebijakan yang nyaris tak pernah memihak semakin menyudutkan pelaku ritel tradisional untuk maju.

Merespon hal itu, Kementerian Koperasi dan UKM mengembangkan brand ritel baru secara mandiri yang diharapkan mampu menjadi solusi bagi persoalan ritel tradisional.

Brand tersebut akan ditawarkan kepada usaha produksi koperasi atau koperasi yang bergerak di bidang usaha produksi berupa warung serba ada.

"Brand UKM Mart baru akan kami luncurkan pada November 2011 ini dan kami harapkan akan menjadi solusi bagi persoalan dikotomi antara ritel modern dengan ritel tradisional," kata Deputi Bidang Pemasaran dan Jaringan Usaha Kementerian Koperasi dan UKM, Neddy Rafinaldi Halim.

Neddy mengatakan, Kemenkop sedang terus berupaya mendorong anggota koperasi untuk mengembangkan kualitas produknya agar bisa masuk ke jaringan toko ritel modern.

Oleh karena itu, pihaknya mengembangkan brand secara mandiri bernama UKM Mart dengan tag line "Toko Koperasi Kita".

"Ini harus terus berkembang, saat ini kita sudah mendistribusikan brand ini kepada 84 warung serba ada koperasi di 22 provinsi sebagai proyek uji coba," katanya.

Pihaknya mencari karakteristik waserda yang bisa memenuhi model dan standar UKM Mart melalui kerja sama dengan koperasi dan pemerintah daerah.

"Dengan menggunakan brand UKM Mart, maka waserda koperasi mendapatkan fasilitas pelatihan manajemen yang lebih baik termasuk agar dapat memenuhi standar pelayanan yang kami tetapkan sehingga bisa bersaing dengan peritel modern," katanya.

Selain itu dari sisi tampilan, waserda juga akan diperbaiki, dilengkapi dengan sistem keamanan serta standar produk yang terjaga.

"Pemerintah akan membantu Rp65 juta pertoko koperasi untuk keperluan pelatihan manajemen hingga peralatan yang dibutuhkan agar memenuhi standar UKM Mart," katanya.

Tahun ini pihaknya sudah mengalokasikan dan mendistribusikan dana Rp5,5 miliar untuk mendorong pengembangan UKM Mart yang tersebar di 22 provinsi.

Menurut Neddy, keberadaan UKM Mart dengan sistem manajemen yang lebih baik akan bermanfaat bagi koperasi untuk belajar bersaing dengan peritel modern, meningkatkan kualitas produk, sekaligus memberikan kesempatan kepada koperasi untuk menjadi mitra produsen skala besar.

"UKM Mart juga akan dilengkapi komputerisasi yang baik dan ke depan akan dibuat link yang menghubungkan antarkoperasi sehingga terbentuk jaringan distribusi koperasi yang kuat," katanya.

Dengan begitu, kata Neddy, UKM Mart tidak akan terusik meskipun bila ada peritel modern berdiri di sekitarnya karena telah memiliki daya saing yang lebih tinggi dengan jaringan yang kuat.

Tahun depan pihaknya menargetkan mampu mendorong perkembangan lebih dari 100 gerai UKM Mart di seluruh Indonesia.

Stop SmescoMart
UKM Mart dikembangkan salah satunya setelah Kementerian Koperasi dan UKM pada akhirnya memutuskan untuk menghentikan program toko ritel koperasi dan UKM yang bekerja sama dengan peritel modern dengan label SmescoMart.

"Saya konfirmasikan bahwa SmescoMart ini kita hentikan mulai tahun ini," kata Neddy.

Menurut dia, setelah melalui tahap evaluasi yang panjang program tersebut dinilai tidak terlampau banyak menguntungkan pelaku koperasi dan UKM.

Sebaliknya program tersebut justru kerap dikeluhkan pelaku UKM karena banyak produknya tidak bisa masuk ke toko ritel SmescoMart tersebut.

"Lima tahun lalu, program ini kita luncurkan, modelnya pemerintah membayar biaya franchise kepada peritel untuk digunakan oleh koperasi," katanya.

Ia mengatakan, lima tahun lalu untuk membeli franchise dari peritel modern (Alfamart) pemerintah harus mengeluarkan dana Rp250 juta/toko agar sebuah koperasi dapat menggunakan label SmescoMart.

Koperasi kemudian harus tunduk kepada aturan franchise atau waralaba dari peritel modern berikut fasilitas lainnya selama lima tahun.

"Yang menjadi masalah adalah banyak koperasi yang tidak mampu memperpanjang biaya franchise ketika sudah habis masa berlakunya," katanya.

Oleh karena itu, pihaknya menilai program tersebut tidak lagi efektif untuk membantu lebih banyak pelaku koperasi dan UKM.

"Tapi jika ada SmescoMart yang sudah mandiri dan mampu bertahan untuk melanjutkan kerja sama franchisenya tanpa bantuan pemerintah lagi kami persilakan dan kami dukung karena mereka toh UKM juga," katanya.

Namun pihaknya memastikan tidak akan dibuka lagi gerai SmescoMart yang baru mulai tahun ini.

Sampai saat ini jumlah SmescoMart yang ada sebanyak 91 gerai tersebar di Pulau Jawa dan Lampung.

Sejumlah koperasi yang merintis usaha ritel modern melalui program Smesco Mart juga telah mengeluhkan aturan kemitraan dengan peritel modern yang dinilai kurang menguntungkan.

Sebagian besar mereka merasa hanya menjadi mitra pasif dalam kemitraan tersebut.

Menurut Ketua Koperasi Pondok Pesantren Az Zahro Sunarto, dari Banyumas Jawa Tengah, koperasinya menerima dana Rp 270 juta untuk membangun Smesco Mart. Karena belum berpengalaman, pihaknya lantas menjalin ke mitraan dengan peritel modern Alfamart.

"Kami mulai membuka Smesco Mart akhir tahun 2008 lalu. Kemitraan dengan Alfamart akan berlangsung selama lima tahun," katanya.

Setahun berjalan, ia menilai program kemitraan tersebut memiliki banyak kelemahan. Sebab, koperasi tidak bisa ikut menentukan jenis barang yang dijual, tidak bisa ikut merekrut karyawan, serta tidak bisa mendapat sisa hasil usaha selama target omzet belum terpenuhi.

"Kami menyetujui bahwa kemitraan perlu agar bisa terjadi transfer pengetahuan ke anggota koperasi. Tapi posisi koperasi sebagai mitra perlu diperkuat. Selama ini kami hanya menjadi mitra pasif sehingga transfer pengetahuan menjadi lama. Kami berharap aturan kemitraan bisa ditinjau ulang," tuturnya.

Sementara itu, Abdul Karim yang menjadi Ketua Pondok Pesantren Al Amin Purwokerto Utara, Banyumas, Jateng mengaku merintis Smesco Mart secara mandiri.

Meski harus bersusah payah mencai pemasok barang dan menyusun manajemen sendiri, usaha ritel ini akhirnya bisa memberi manfaat bagi anggota dan lingkungan sekitar.

"Kami menentukan barang sendiri sehingga bisa menjual produk UKM yang ada di lingkungan sekitar," ujarnya.

Sayangnya tidak banyak yang bisa seperti Abdul Karim, oleh karena itu, pemerintah menawarkan brand ritel baru UKM Mart untuk mendorong kemandirian jiwa ritel pelaku koperasi dan UKM.
(H016)

Pewarta: Hanni Sofia
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2011