Jakarta (ANTARA News) - Film Bumiku yang merupakan film pendek dibintangi Adam Gifari Rhama (11) dan Nada Zharfaina Zuhaira (12) ingin mengajak anak-anak Indonesia untuk sedini mungkin peduli dengan alam. Cerita berawal ketika Nada yang orang kota sedang berlibur ke desa untuk belajar menari. Di sana dia bertemu Adam, anak desa yang suka mendalang.

"Pesan di film ini memang sangat syarat dengan pendidikan, sebagaimana misi Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI)," kata Ketua Umum DNPI Rachmat Witoelar usai pemutaran film mengatakan peluncuran film ini juga sekaligus peluncuran buku panduan untuk siswa dan guru untuk kampanye perubahan iklim, di Jakarta, pada (10/11).

Sementara Sutradara film itu, Tonny Trimarsanto mengakui pemilihan Adam dan Nada sebagai bintang tidak melalui proses audisi. Pasalnya, mereka sudah memiliki bakat alam dan berperan sebagai diri mereka sendiri.

Adam dalam keseharian merupakan dalang cilik berbakat asal Solo, Jawa Tengah yang telah memenangkan berbagai jenis lomba dalang, cerita, maupun da'i. Sedangkan Nada yang pelajar SMP di Bandung, Jawa barat, adalah presenter "Inconvenient  Youth dari The Climate Reality project Indonesia" yang mendapat pelatihan langsung tentang perubahan iklim dari Al Gore.

Dalam film itu ditayangkan bahwa selama di desa, Nada kerap menemukan perilaku orang-orang desa, mulai dari anak-anak hingga dewasa yang kurang memedulikan lingkungan. Kegagalan panen dianggap sebagai petaka biasa. Tapi, sebagian lain sudah mengerti apa yang disebut perubahan iklim.

Nada memberi banyak inspirasi untuk Adam mendalang dengan topik perubahan iklim. Salah satunya penggundulan hutan yang membuat paru-paru bumi itu semakin sedikit sehingga menyebabkan pemanasab global.

Sedikit diceritakan bagaimana Nada dan Adam sempat mencurigai seorang pria yang menggotong kayu gelondongan. Mereka mengira pria itu salah satu pembalak liar, tapi setelah diikuti ternyata pria itu justru ikut menyelamatkan bumi dengan cara memberikan pelatihan khusus menolah sampah non organik menjadi barang yang berharga.

Film ini berlatar sebuah perkampungan di Jogjakarta yang penduduknya mengalami gagal panen. Penduduk pun melakukan ritual "tabuh lesung" yang mereka percaya dapat menyeimbangkan alam.(*)

Pewarta: Ruslan Burhani
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011