Banjarmasin (ANTARA) - Uang fee proyek pada Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang dan Pertanahan (PUPRP) Pemerintah Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan, yang berjumlah miliaran rupiah untuk Bupati HSU nonaktif Abdul Wahid
dikemas dalam kardus, kantong plastik hingga tas purun.

Hal itu diungkapkan saksi Abdul Latif dalam fakta persidangan perkara dugaan pidana korupsi dan pencucian uang dengan terdakwa Abdul Wahid di Pengadilan Tipikor Banjarmasin, Senin.

Abdul Latif yang dicecar Ketua Majelis Hakim Yusriansyah terkait teknis penyerahan uang fee kepada terdakwa melalui dirinya selaku ajudan bupati mengaku tidak melihat langsung wujud uang yang disetorkan lantaran selalu dikemas dalam kardus, kantong plastik atau tas purun.

"Saya langsung menyerahkan kepada terdakwa. Kalau beliau tidak ada di tempat saya letakkan di meja ruang kerja," ungkap Abdul Latif.

Baca juga: Bupati HSU nonaktif terima sumbangan dari pemotongan SPPD pegawai

Baca juga: KPK temukan aliran fee proyek ke bupati HSU non-aktif Rp31,7 miliar


Sementara saksi lain Kasi Jembatan Bidang Binamarga Dinas PUPRP HSU Marwoto menyebut selama tahun 2019 dia mengetahui dan membuat catatan ada dana fee Rp4,6 miliar lebih terkumpul.

Kemudian tahun 2020 Rp12 miliar lebih dan di tahun 2021 Rp1,8 miliar lebih dari para kontraktor Bidang Binamarga.

"Uang-nya itu diserahkan rekanan langsung ke ajudan bupati tidak melalui saya," ujar Marwoto yang menjadi salah satu orang dipercaya oleh terdakwa untuk mengkoordinir pengumpulan uang fee dari para kontraktor pemenang lelang pekerjaan Bidang Binamarga Dinas PUPRP HSU.

Sedangkan Kabid Binamarga HSU Rahmani Noor dan Kabid Cipta Karya HSU Abraham Radi mengaku ada permintaan besaran fee 13 persen yang diminta terdakwa untuk proyek yang dikerjakan.

Baca juga: KPK jerat Bupati HSU non-aktif pidana pencucian uang

Majelis hakim juga sempat menggali keterangan para saksi soal kepemilikan aset berupa apotek, klinik kesehatan dan rumah oleh terdakwa. Para saksi yang dihadirkan Tim Jaksa Penuntut Umum KPK menyatakan mengetahui aset-aset tersebut dimiliki terdakwa setelah menjabat sebagai Bupati HSU.

Diketahui dalam perkara ini, Abdul Wahid selain dijerat dakwaan tindak pidana korupsi atas kasus pembagian fee proyek irigasi di Dinas PUPRP HSU juga menghadapi dakwaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) oleh JPU KPK.

Mantan Plt Kadis PUPRP HSU Maliki telah divonis majelis hakim pidana enam tahun penjara. Sedangkan dua kontraktor Marhaini dan Fachriadi divonis penjara satu tahun sembilan bulan serta denda Rp50 juta.

Pewarta: Firman
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2022