Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengeksekusi mantan Plt Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, dan Pertanahan (PUPRP) Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU) Maliki ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Banjarmasin.

Maliki merupakan terpidana perkara suap terkait pengadaan barang dan jasa di Kabupaten HSU, Kalimantan Selatan, tahun 2021-2022.

"Jaksa Eksekutor Leo Sukoto Manalu, Kamis (12/5), telah selesai melaksanakan eksekusi pidana badan dengan terpidana Maliki berdasarkan putusan Pengadilan Tipikor PN Banjarmasin Nomor: 4/Pid.Sus-TPK/2021/PN Bjm tanggal 12 April 2022 yang berkekuatan hukum tetap," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri melalui keterangannya, Jumat.

Ia mengatakan terpidana Maliki selanjutnya menjalani pemidanaan dengan pidana penjara selama 6 tahun dikurangi dengan masa penahanan di Lapas Kelas IIA Banjarmasin.

Baca juga: Bupati HSU nonaktif terima sumbangan dari pemotongan SPPD pegawai

Selain itu, kata dia, dalam amar putusan majelis hakim dijatuhkan pembayaran pidana denda sejumlah Rp250 juta dengan ketentuan jika tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 3 bulan.

Kemudian, adanya pidana tambahan untuk membayar uang pengganti sejumlah Rp195 juta dengan ketentuan jika dalam waktu 1 bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap tidak dibayar maka harta bendanya akan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.

"Apabila tidak memiliki harta benda yang mencukupi maka dipidana penjara selama 1 tahun dan 6 bulan," ucap Ali.

Baca juga: KPK jerat Bupati HSU non-aktif pidana pencucian uang

Dalam putusannya, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Banjarmasin menyatakan terdakwa Maliki terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut.

Vonis tersebut lebih berat dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK yang meminta majelis hakim menjatuhkan vonis terhadap Maliki selama 4 tahun penjara dan denda Rp250 juta subsider 3 bulan kurungan.

Sebelumnya, KPK telah menetapkan Maliki sebagai tersangka penerima suap perkara tersebut. Sementara tersangka pemberi suap, yaitu Marhaini dari pihak swasta/Direktur CV Hanamas dan Fachriadi dari pihak swasta/Direktur CV Kalpataru.

Baca juga: Berkas tersangka Bupati HSU nonaktif rampung untuk disidangkan

Dalam pengembangan kasus itu, KPK kemudian menetapkan Bupati HSU nonaktif Abdul Wahid sebagai tersangka.

KPK menduga pemberian komitmen bagian yang diduga diterima Abdul Wahid melalui Maliki, yaitu dari Marhaini dan Fachriadi dengan jumlah sekitar Rp500 juta.

Selain melalui perantaraan Maliki, Abdul Wahid diduga menerima komitmen bagian dari beberapa proyek lainnya melalui perantaraan beberapa pihak di Dinas PUPRP Kabupaten HSU, yaitu pada 2019 sekitar Rp4,6 miliar, tahun 2020 sekitar Rp12 miliar, dan tahun 2021 sekitar Rp1,8 miliar.

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Herry Soebanto
Copyright © ANTARA 2022