Jakarta (ANTARA News) - Rasio utang RI terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dinilai terlalu besar, yaitu mencapai lebih dari 45 persen. Siaran pers anggota DPR Rama Pratama di Jakarta, Senin, mengatakan kondisi ini menyebabkan hampir 30 persen APBN Indonesia dialokasikan untuk membayar utang. Tingginya level utang menyebabkan berkurangnya sumber daya yang dapat dialokasikan untuk kepentingan investasi yang dapat memperbaiki kinerja ekspor dalam negeri. Pendapat itu disampaikan Rama, anggota Komisi XI DPR RI, di seminar regional untuk parlemen yang diselenggarakan Bank Dunia di Kuala Lumpur, Malaysia, Senin (27/2). Rama mengutip pendapat Pattilo, Pairson dan Ricci, penemu hubungan yang negatif antara utang dengan tingkat pendapatan per kapita. Di lebih dari 100 negara, penelitian itu menemukan kontribusi utang terhadap pendapatan per kapita suatu negara adalah negatif untuk rasio utang terhadap Produk domestik bruto (debt to GDP ratio) yang berada dalam kisaran persentase 35-45 persen. "Ini artinya utang tidak mempunyai peranan besar dalam merangsang pertumbuhan ekonomi suatu negara. Pada akhirnya, situasi ini pula lah yang bisa menjelaskan mengapa tingkat pengangguran dan kemiskinan di Indonesia masih berada pada level yang teramat tinggi," urai Rama, yang hadir sebagai wakil dari Parlemen Indonesia (DPR RI) di depan peserta seminar dari belasan negara tersebut. Anggota Fraksi PKS itu mengusulkan agar pemerintah RI mengajukan pengurangan utang kepada kreditor. "Berdasarkan premis-premis di atas, sangat realistis dan masuk akal jika Indonesia meminta pengurangan utang," katanya. Dia juga menyatakan pengurangan utang akan membuat APBN memiliki kapasitas yang cukup untuk membiayai aktivitas MDGs (Millenium Development Goals) pada akhir tahun 2015. MDGs adalah program yang dicanangkan PBB untuk mencapai kesejahteraan global. Tuntutan pengurangan utang itu bukan pertama kali diajukan politisi muda asal PKS itu. Pada awal tahun 2005, pasca bencana Tsunami di Aceh, Rama juga gencar menuntut pemerintah Indonesia meminta pengurangan utang dengan alasan kondisi darurat. Beberapa negara seperti Kanada bahkan telah menawarkan moratorium atas utang Indonesia tahun lalu, tetapi belum direspon baik oleh pemerintah Indonesia. (*)

Copyright © ANTARA 2006