dapat menimbulkan kerugian ekonomi yang besar
Jakarta (ANTARA) - Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan dan Perikanan (DKPKP) DKI Jakarta mengambil sejumlah langkah strategis sebagai antisipasi efek kemunculan wabah penyakit mulut dan kuku (PMK) pada berbagai hewan ternak terhadap sektor ekonomi.

"Ini (PMK) dapat menimbulkan kerugian ekonomi yang besar akibat menurunnya produksi dan menjadi hambatan dalam perdagangan hewan dan produknya," ucap Kepala Dinas KPKP DKI Jakarta Suharini Eliawati melalui pesan singkat kepada ANTARA di Jakarta, Rabu.

Baca juga: Masyarakat diimbau jangan panik soal PMK sebab tak menular ke manusia

Eli menyebutkan salah satu langkah pencegahan yang dilakukan Pemprov DKI antara lain rapat berkoordinasi lintas sektoral dengan Kementerian Pertanian, Kementerian Perhubungan, Polda Metro Jaya, OPD terkait, Perumda Dharma Jaya, Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia Cabang DKI Jakarta untuk peningkatan kewaspadaan dini dan mitigasi risiko PMK.

Kemudian, menerbitkan Surat Edaran Kepala Dinas KPKP tentang kewaspadaan Penyakit Mulut dan Kuku; lalu melaksanakan sosialisasi atau Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) kepada peternak, stakeholder lainnya bahkan kepada jajaran Dinas KPKP; dan melakukan publikasi informasi PMK melalui media sosial DKPKP serta media.

"Kami juga menyusun SOP pencegahan dan pengendalian PMK; menyusun tim pengawasan dan tim respon cepat; serta melaksanakan pengawasan pemasukan serta pemeriksaan kesehatan hewan di sentra-sentra ternak, dan Rumah Potong Hewan," tutur Eli.

Pengawasan dan pemeriksaan kesehatan hewan yang dilakukan oleh petugas Dinas KPKP DKI Jakarta, ucap Eli, dilakukan di lima wilayah kota setiap hari pada tempat penampungan dan pemotongan hewan.

Langkah strategis yang disusun dengan cepat tersebut, kata Eli, mengingat fakta bahwa populasi ternak di DKI Jakarta kurang lebih sebanyak 10.728 ekor yang terdiri dari sapi perah 1.349 ekor, sapi potong 1.723 ekor, kerbau 42 ekor, kambing potong 5.626 ekor, domba 1.620 ekor dan kambing perah 368 ekor.

Baca juga: Cegah PMK, DKI imbau warga olah daging sapi dengan tepat

Kemudian hewan kurban yang masuk ke DKI Jakarta berdasarkan data tahun 2021 sebanyak 64.578 ekor yang terdiri dari sapi 20.449 ekor, kerbau 294 ekor, kambing 37.814 ekor dan domba 6.021 ekor.

"Kesemuanya itu merupakan hewan yang rentan PMK," ucap Eli.

Eli menyebutkan bahwa PMK yang merupakan infeksi virus bersifat akut dan sangat menular pada hewan berkuku belah seperti sapi, kerbau, kambing, domba dan babi memiliki tingkat penularan pada hewan sangat tinggi mencapai 90-100 persen dan tingkat kematian tinggi pada ternak muda atau anakan.

Berdasarkan keterangan dari DKPKP DKI Jakarta, terdapat gejala klinis pada hewan yang terjangkit PMK yakni kepincangan yang bersifat akut pada beberapa hewan; hipersalivasi terlihat menggantung, air liur berbusa di lantai kandang; pembengkakan kelenjar submandibular Vesikel/lepuh dan atau erosi sekitar mulut, lidah, gusi, nostril kulit sekitar teracak dan putting; hewan lebih sering berbaring; demam tinggi mencapai 41 derajat celcius; serta penurunan produksi susu yang drastis pada sapi perah.

Penyakit ini, ditularkan ke hewan lain dengan tiga cara yakni kontak langsung antara hewan tertular dengan hewan rentan; lalu kontak tidak langsung melalui kontak dengan virus pada manusia, alat dan sarana transportasi akibat kontaminasi dari peternakan yang mengalami wabah PMK.

Terakhir adalah penyebaran melalui udara utamanya babi yang dapat menyebarkan virus dalam jumlah yang sangat banyak ke udara melalui aktifitas bernafas. Penyebaran PMK oleh angin bisa terjadi sampai radius 10 kilometer.

Meski demikian, DKPKP DKI Jakarta mengharapkan masyarakat untuk tenang karena PMK pada hewan ternak yang saat ini tengah mewabah, bersifat zoonosis yang artinya tidak dapat menular atau menginfeksi manusia.

"Karenanya masyarakat tidak perlu panik dan khawatir dalam mengonsumsi daging dan susu, asal diolah atau dimasak dengan benar, maka aman," tutur Eli.

Baca juga: Tak ditemukan PMK menular pada ternak di Jakarta Utara

Pewarta: Ricky Prayoga
Editor: Taufik Ridwan
Copyright © ANTARA 2022