Jakarta (ANTARA) - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memperkirakan penerimaan devisa Indonesia akan berkurang sebesar 2,2 miliar dolar Amerika Serikat (AS) akibat kebijakan larangan ekspor minyak sawit (CPO) dan turunannya yang diterapkan pemerintah untuk memastikan kebutuhan minyak goreng di dalam negeri.

Selain itu, terdapat pula estimasi pengurangan penerimaan bea keluar dari kebijakan yang mulai berlaku sejak 28 April 2022 tersebut sebesar Rp900 miliar.

"Dampak dari pembatasan sementara CPO dan turunannya paling tidak estimasi kami itu akan mengurangi sekitar 1,6 juta ton CPO dan turunannya," ucap Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kemenkeu Askolani dalam Konferensi Pers APBN KiTa Mei 2022 di Jakarta, Senin.

Meski begitu, ia menuturkan kebijakan pembatasan ekspor CPO dan turunannya sudah diberhentikan mulai 23 Mei 2022.

Dengan demikian, Kementerian Perdagangan telah menetapkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 30 tahun 2022 untuk melakukan perubahan dari pembatasan kebijakan CPO dan turunannya tersebut.

Sebagai implementasi dari Permendag itu, Askolani mengatakan Kemenkeu akan mengeluarkan Keputusan Menteri Keuangan (KMK) agar kebijakan baru pengendalian ekspor CPO bisa mulai berjalan dan akan diawasi, baik untuk domestik maupun ekspor.

"Dengan adanya kebijakan pemberhentian pembatasan sementara ekspor, kami estimasikan bea keluar dari ekspor CPO akan tumbuh tiga persen pada tahun ini dari tahun sebelumnya," tuturnya.

Kendati begitu, ia memperkirakan realisasi volume bea keluar CPO akan lebih rendah pada tahun 2022 dibandingkan dengan tahun 2021.

Baca juga: Kemenkeu dan Kemendagri integrasikan data implementasi NIK jadi NPWP
Baca juga: Kemenkeu: Surplus neraca perdagangan sinyal ekonomi RI kuat
Baca juga: Mendag cabut aturan larangan ekspor CPO

 

Pewarta: Agatha Olivia Victoria
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2022