Padang (ANTARA News) - Perusahaan jasa perjalanan haji dan umrah PT Al Haram tidak memiliki izin dari Kementerian Agama dalam menjalankan kegiatannya, kata Jaksa Penuntut Umum Aliyus dalam sidang kasus dugaan penggelapan dana jamaah umrah di perusahaan tersebut.

"PT Al Haram tidak memiliki izin untuk memberangkatkan jamaah haji dan umrah," katanya pada sidang perdana di Pengadilan Negeri (PN) Padang, Kamis.

Dalam sidang yang beragendakan pembacaan dakwaan tersebut, pasangan suami istri itu yang juga direktur dan komisaris Al Haram, Herman dan Novianti, terlihat tertunduk mendengarkan JPU.

Dalam dakwaannya Aliyus mengatakan, sekitar November 2010 PT Al Haram memasang iklan di beberapa media massa bahwa perusahaan itu menyediakan paket umrah dengan beberapa pilihan.

Pilihan pertama yaitu umrah selama 10 hari dengan biaya 1.400 dolar AS, selama 12 hari 1.600 dolar AS, dan 15 hari 1.800 dolar AS.

Dalam iklan itu juga dinyatakan bahwa PT Al Haram menyediakan berbagai fasilitas, di antaranya tiket pulang pergi Padang-Jeddah, hotel berbintang empat, konsumsi, dan bimbingan ibadah.

Masyarakat yang kemudian menjadi korban mendaftarkan diri guna mengikuti perjalanan umrah tersebut. Mereka menyetorkan uang ke rekening terdakwa dan melengkapi berkas di kantot PT Al Haram di kawasan Jalan Rohana Kudus, Kota Padang.

PT Al Haram berjanji memberangkatkan para jamaah secara bergantian mulai April 2011. Namun pada tanggal yang telah dijanjikan kedua terdakwa menyatakan tidak sanggup memberangkatkan jamaah tepat pada waktunya.

Pada 30 Mei 2011, terdakwa Herman mengumpulkan semua jamaah yang terlambat diberangkatkan dan menjanjikan akan memberangkatkan pada 30 Juni 2011. Namun pada tanggal yang dijanjikan terdakwa masih belum dapat menepatinya.

Tak lama kemudian, terdakwa Novi kembali mengadakan pertemuan dengan korban dan berjanji memberangkatkan mereka paling lambat pada Ramadhan 2011.

Terdakwa menjaminkan aset pribadinya berupa dua unit mobil, dua unit rumah dan satu unit kantor untuk memberangkatkan jamaah.

Sekitar bulan Juni 2011, ternyata PT Al Haram masih tidak sanggup memberangkatkan jamaah.

"Terdakwa mengakui uang yang telah disetorkan jamaah yang belum diberangkatkan digunakan untuk menutupi biaya perjalanan jamaah sebelumnya yang berangkat pada bulan Maret. Uang tersebut digunakan tanpa sepengetahuan dan izin korban," ujar Aliyus.

Kepemilikan aset yang dijaminkan pun diketahui telah dialihkan untuk menutupi biaya perjalanan sebelumnya.

"Dalam masa itu sebagian jamaah tidak jadi diberangkatkan padahal visa mereka telah keluar. Selain itu, kemudian diketahui bahwa PT Al Haram tidak memiliki izin memberangkatkan jamaah dari Kementerian Agama," katanya.

Perbuatan terdakwa dinilai melanggar UU No 13 tahun 2008 junto pasal 55 ayat 1 KUHAP tentang Pemberangakatan Jamaah haji dan Umrah.

Di akhir sidang, penasehat hukum terdakwa menyatakan akan mengajukan eksepsi (keberatan) terhadap dakwaan JPU dan meminta penangguhan penahanan kepada majelis hakim.

Majelis hakim diketuai Budi Soesilo serta beranggotakan Kamijon dan Jamaluddin menyatakan akan mempertimbangkan permintaan penangguhan penahanan dan meminta PH membacakan eksepsi pada Kamis (3/1) pekan depan.

(ANT-275/R014)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2011