Fakfak (ANTARA) - Sembilan raja di wilayah Adat Bomberay, Kabupaten Fakfak dan Kaimana, Provinsi Papua Barat, sepakat menjaga kelestarian laut dan hutan di wilayah petuanan atau kekuasaan agar berkelanjutan bagi anak cucu di masa yang akan datang.

Komitmen sembilan raja tersebut dituangkan dalam rekomendasi tertulis setelah mereka menggelar pertemuan adat di Petuanan Pigpig Sekar dan dibaca untuk diketahui pemerintah kedua daerah pada acara serasehan sembilan petuanan dalam pengelolaan kawasan konservasi perairan Fakfak-Kaimana yang dipusatkan di Fakfak, Selasa.

Kesepakatan tertulis itu dibacakan oleh Raja Patipi, Atarai Iba, mewakili semua raja di wilayah Adat Bomberay, yakni Raja Pigpig Sekar, Wertuar, Fatagar, Ati-ati, Arguni dan Rumbati. Kerajaan-kerajaan itu ada di wilayah pemerintahan Kabupaten Fakfak serta Raja Namatota dan Raja Komisi di wilayah pemerintahan Kabupaten Kaimana.

Kesepakatan tertulis yang dibacakan oleh Raja Patipi Atarai Iba terdapat beberapa poin penting untuk diketahui pemerintah, yakni sembilan raja di wilayah Adat Bomberay mendukung dengan adanya pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan (KKP) Kaimana-Fakfak dan pelaksanaan pengawasan jaga laut di Fakfak dilakukan oleh pokmaswas dan di Kaimana dilakukan oleh Tim Jaga Laut dengan melibatkan masyarakat, yang keduanya bekerja sama dengan BLUD UPTD Pengelolaan KKP Kaimana di masing-masing kawasan secara berkelanjutan.

Kedua, pemanfaatan Kawasan Konservasi Perairan (KKP) diperuntukkan bagi masyarakat adat yang ada di dalam kawasan. Perlu ada peraturan adat dan peraturan kampung untuk mengatur dan mengelola sumber daya alam yang ada, termasuk di dalamnya mengatur perizinan dan sanksi jika ada pelanggaran yang terjadi.

Selain itu, menata kembali struktur kelembagaan adat di masing-masing petuanan dan mengesahkan struktur tersebut agar dapat melaksanakan tugas dan fungsinya. Jaga laut penting dilakukan dengan tujuan menjaga sumber daya alam yang ada di kawasan konservasi perairan dan di luar kawasan konservasi perairan serta melakukan pengawasan terhadap nelayan, baik dari dalam maupun dari luar kawasan sembilan wilayah adat di Bomberay yang menggunakan alat-alat tangkap yang merusak.

Selanjutnya perlu ada kolaborasi semua pihak, baik kepolisian dan pemerintah daerah serta masyarakat adat dalam melakukan pengawasan, baik di dalam kawasan maupun di pulau-pulau terluar. Pemerintah perlu mendukung pokmaswas dalam hal fasilitas untuk mendukung pelaksanaan pengawasan serta perlu ada perlindungan terhadap satwa-satwa yang dilindungi yang terancam punah secara aturan di wilayah adat Bomberay.

Berikutnya harus ada penindakan hukum bagi setiap orang yang melakukan penangkapan ikan atau biota laut dengan alat-alat tangkap yang merusak karena dampaknya dapat merugikan masyarakat adat setempat. Sinkronisasi RTRW kabupaten dan rencana pengelolaan dan zonasi BLUD UPTD pengelolaan KKP Kaimana untuk peruntukan ruang, terutama kegiatan perikanan.

Perlu ada pula pengaturan dan pembatasan alat tangkap, khususnya alat tangkap yang merusak. Harus ada regulasi terkait penentuan harga atraksi atau daya tarik wisata yang sakral dan dapat dikunjungi, yang mana pendapatan tersebut masuk dalam kas petuanan raja.

Disamping itu, harus ada regulasi kampung terkait harga wisata pada atraksi atau daya tarik wisata di kampung adat. Adanya pertemuan rutin sembilan petuanan di wilayah adat Bomberay dan jika memungkinkan dapat melibatkan Kabupaten Sorong Selatan.

Mereka juga merekomendasikan perlu ada penambahan biaya hibah untuk operasional petuanan di wilayah adat Bomberay. Perlu ada tulisan selamat datang di pertahanan perang Hongi yang berlokasi di Ugar agar sejarah itu terus dikenang. Pemerintah daerah harus mendukung perlindungan terhadap situs-situs budaya dan sejarah kerangka manusia moyang yang ada di sembilan petuanan di wilayah adat Bomberay.

Perlu ada forum diskusi bersama antara petuanan, pemerintah daerah kabupaten dan provinsi, UPTD Kaimana-Fakfak untuk membahas tarif jasa konservasi. Dewan Adat Baham Mata di Fakfak hanya menjalankan administrasi adat di petuanan tujuh wilayah adat. Terakhir, penertiban satwa-satwa peliharaan di wilayah adat Bomberay untuk dilepaskan kembali ke alam.

Wakil Bupati Kaimana Hasbullah Puarada yang memberikan keterangan terpisah, mendukung langkah perlindungan hutan dan laut yang dilakukan oleh sembilan raja di wilayah Adat Bomberay.

Dia mengatakan bahwa sembilan raja tersebut adalah para penjaga negeri Fakfak dan Kaimana, sehingga pembahasan serta kesepakatan mereka secara adat akan menjadi acuan, khususnya dalam isu konservasi dan pengelolaan perikanan serta pariwisata berkelanjutan.

Sebab menjaga kelestarian alam bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi juga tanggung jawab lembaga konservasi, bahkan seluruh masyarakat adat.

“Mari kita komitmen menjaga kelestarian alam agar jangan kita tinggal air mata buat anak cucu, tapi tinggalkan mata air bagi mereka untuk kehidupan yang lebih baik," ujarnya.

Dukungan yang sama juga disampaikan oleh Wakil Bupati Fakfak Yohana Dina Hindom. Sebagai anak adat dirinya menyampaikan terima kasih kepada sembilan raja di wilayah adat Bomberay yang telah merangkul dan melindungi masyarakat adat di wilayahnya masing-masing.

Dia juga memberikan apresiasi atas komitmen sembilan Raja untuk menjaga alam, menjaga adat istiadat yang sejak dulu dilakukan oleh leluhur. Sebab leluhur dahulu telah mempunyai komitmen menjaga kelestarian lingkungan bukan hanya di laut tapi juga di darat.

Dikatakan bahwa tujuan konservasi bukan melarang, tetapi menjaga kelestariannya untuk dimanfaatkan guna meningkatkan ekonomi masyarakat serta diwariskan hingga anak cucu di masa yang akan datang.

Baginya, pertemuan yang menghasilkan komitmen para raja menjaga kelestarian hutan dan laut tersebut akan didukung oleh pemerintah daerah untuk kemajuan bersama.

Ia mengajak seluruh masyarakat untuk tetap menjaga kelestarian alam terutama tidak membuang sampah ke laut yang dapat merusak ekosistem terumbu karang dan kehidupan yang ada di sekitarnya.

Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2022