Stagflasi menjadi ancaman besar bagi semua negara, termasuk Indonesia.
Jakarta (ANTARA) - Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Edy Priyono tidak memungkiri Indonesia dapat mengalami kondisi stagflasi meski risikonya tidak terlalu besar.

"Ancaman stagflasi itu memang ada. Akan tetapi, di Indonesia risikonya tidak akan terlalu besar," ujar Edy di Gedung Bina Graha Jakarta, Rabu.

Menurut Edy, penyebab terjadinya stagflasi adalah tingginya inflasi dan mandeknya pertumbuhan ekonomi. Jika melihat dari dua indikator tersebut, kondisi Indonesia masih belum mengkhawatirkan.

"Memang ada kenaikan inflasi. Akan tetapi, sejauh ini masih terkendali. Begitu juga dengan pertumbuhan ekonomi. Meskipun melambat, trennya menunjukkan perbaikan yang konsisten," katanya.

Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS), Edy menyebut, pertumbuhan ekonomi Indonesia tercatat melesat 5,01 persen (year to year) pada Triwulan I 2022. Pertumbuhan ini sejalan dengan kuatnya konsumsi dan investasi di Tanah Air.

Edy juga mencatat ada peningkatan pada penciptaan lapangan pekerjaan, yang ditunjukkan menurunnya tingkat pengangguran terbuka, dari 6,22 persen pada bulan Februari 2021, menjadi 5,83 persen pada bulan Februari 2022.

"Angka pengangguran memang belum kembali ke posisi sebelum pandemi, yakni 5,28 persen. Akan tetapi, pada tahun ini sudah ada penurunan dibandingkan sebelumnya. Ini menunjukkan adanya pemulihan produksi yang konsisten," jelasnya.

Meski demikian, lanjut Edy, Pemerintah tetap mewaspadai dampak ketidakpastian global yang bisa menyebabkan terjadinya stagflasi.

Untuk itu, kata dia, Pemerintah terus mendorong pertumbuhan ekonomi dengan melakukan akselerasi dan perluasan vaksinasi, serta pembukaan sektor-sektor ekonomi yang bisa menstimulus tumbuhnya perekonomian.

Selain itu, Pemerintah juga konsisten menjaga daya beli masyarakat dengan menyalurkan berbagai skema bantuan sosial.

"Jika langkah-langkah itu tidak dilakukan, bisa menyebabkan tingginya peningkatan inflasi, penurunan daya beli masyarakat, pelemahan ekonomi, dan memberi tekanan fiskal," terang Edy.

Sebelumnya, Menteri Keuangan RI Sri Mulyani mengatakan bahwa stagflasi menjadi ancaman besar bagi semua negara, termasuk Indonesia.

Menkeu menjelaskan bahwa tingkat inflasi di Amerika Serikat yang sangat tinggi yaitu 8,4 persen menjadi ancaman pemulihan ekonomi Amerika, bahkan dunia.

"Jika tidak terkelola, risiko global ini akan menggiring pada kondisi stagflasi, yaitu fenomena inflasi tinggi dan terjadinya resesi seperti yang pernah terjadi di Amerika Serikat pada periode awal 1980-an dan 1990-an," kata Sri Mulyani.

Baca juga: IMF peringatkan risiko stagflasi di Asia, pangkas prospek pertumbuhan

Baca juga: Euro tertekan di Asia karena perang picu kekhawatiran stagflasi

Pewarta: Rangga Pandu Asmara Jingga
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2022