Jakarta (ANTARA) - Dalam rangka mendukung target net zero emission atau bebas emisi pada tahun 2060 sekaligus memanfaatkan momentum G20, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia sebagai mitra strategis pemerintah telah menetapkan misi untuk mendapatkan 100 perusahaan Indonesia yang berjanji menunjukkan komitmen bebas emisi. 

Aksi nyata dari tekad tersebut ditunjukkan KADIN dengan menginisiasi Program Net Zero Hub yang menjadi wadah, agregator ekosistem serta technical enabler bagi semua pihak yang bersedia berkontribusi pada upaya dekarbonisasi atau penurunan karbon.

Melalui Net Zero Hub, perusahaan dituntut agar jumlah karbon yang dihasilkan selama proses bisnis, sama dengan jumlah karbon yang dikurangi dari atmosfer.

Ketua Komite Tetap Energi Baru dan Terbarukan Kadin Indonesia Muhammad Yusrizki kepada Antara, di Jakarta, Rabu, menjelaskan tiga pilar yang mendasari Net Zero Hub, yakni Net Zero Pledge, ESG (Environmental, Social, Governance) and Impact Driven, dan Building Enabling Ecosystem.

Melalui Net Zero Pladge, Kadin mendorong perusahaan swasta mengambil tanggung jawab dan berkomitmen untuk menjadi perusahaan dengan bebas emisi.

Kemudian melalui ESG and Impact Drive, Kadin mendorong keterbukaan dari perusahaan atas carbon footprint yang dimiliki dan diperbarui secara periodik. Sedangkan melalui pilar Building Enabling Ecosystem, Kadin membangun ekosistem yang dapat membantu perusahaan bisa melakukan semua inisiatifnya.

Yusrizki menjelaskan ekosistem net zero merupakan hal yang sangat penting jika sektor swasta di Indonesia ingin mencapai bebas emisi secara kolektif. Kadin bertekad untuk membangun ekosistem yang inklusif mulai dari perusahaan besar hingga perusahaan startup yang akan datang, dari entitas bisnis hingga ke akademis yang berfokus pada penelitian. Keseluruhannya menjadi bagian yang dilibatkan untuk membangun ekosistem net zero di Indonesia.

Ia menegaskan komitmen bebas emisi tidak hanya sebatas pada pemerintah saja, namun sektor swasta melangkah dan mengambil tindakan nyata, terukur dan berkomitmen tidak hanya untuk mendukung bebas emisi tingkat nasional, namun juga berkomitmen untuk mengubah ekosistem bisnis dan menyelaraskan praktik bisnis dengan memerhatikan unsur keberlanjutan.

Baca juga: Kadin serukan langkah nyata bagi kebijakan "net zero emission"


Memperluas ekosistem Net Zero

Kadin menyadari upaya untuk membangun ekosistem net zero tidak bisa dilakukan sendiri tanpa bantuan dari negara-negara maju yang sudah terlebih dahulu merealisasikan komitmen untuk menjadi negara net zero atau setidaknya net zero business.

Guna menambah pengetahuan, Kadin memutuskan untuk berkunjung ke sejumlah negara di Eropa yakni Swiss, Belanda, Belgia, dan Jerman, untuk bertemu dengan perusahaan terkemuka yang telah terlebih dahulu berkomitmen dalam net zero business.

Selain juga menagih komitmen negara-negara maju untuk membantu negara-negara berkembang untuk masuk ke transisi energi dan menjadi net zero country.

“Jadi kita mengajak sebanyak-banyaknya perusahaan luar negeri untuk menjadi bagian dari ekosistem itu. Saya bertemu dengan banyak perusahaan dengan teknologi yang tidak ada di Indonesia,” ujar Yusrizki.

Selain itu, lanjutnya, perusahaan-perusahaan asing yang sudah berkomitmen menjadi net zero company akan meminta atau bahkan memaksa supply chain atau rantai pasoknya yang ada di Indonesia untuk masuk ke net zero company. Jika supplier di Indonesia tidak mau menunjukkan komitmen pada net zero, perusahaan-perusahaan tersebut mengancam untuk beralih ke pemasok yang sudah lebih siap terhadap net zero seperti Vietnam atau Kamboja.

Oleh karena itu Kadin membangun komunikasi dengan perusahaan global untuk menyampaikan bahwa Indonesia tengah berupaya menjadi perusahaan ke arah net zero dan sustainability sehingga perusahaan tersebut bisa lebih percaya diri untuk berbisnis dengan perusahaan Indonesia.

“Ini yang ingin kita komunikasikan bahwa ada Kadin Net Zero Hub, sehingga jangan khawatir dan ini sedang kami dorong. Tapi, kalian juga harus bantu kami untuk bisa membawa Tier1 dan Tier2 untuk masuk ke net zero,” jelasnya.

Pada pertemuan bilateral tersebut Yusrizki menyampaikan bahwa pihaknya juga belajar dari perusahaan-perusahaan di Eropa untuk menciptakan ekosistem yang tepat untuk menjadi net zero company mulai dari teknologi hingga financing yang tepat untuk mencapai bebas emisi. 

“Saya lebih proaktif menjemput bola karena orang-orang perlu tahu bahwa Indonesia sudah bergerak ke arah situ dan kita perlu lebih aktif menyambangi pihak-pihak yang kompeten untuk mendukung gerakan ini,” tuturnya.

Lawatan Kadin tersebut diakuinya disambut dengan antusias oleh perusahaan-perusahaan Eropa karena hal tersebut merupakan momentum yang tepat untuk menjual teknologi, financing dan juga bisa membangun demand yang dimiliki perusahaan di luar negeri.

“Hasil pertemuan tersebut memperkaya ekosistem kita dan mereka semua akan berbondong-bondong datang ke Indonesia. Dengan demikian kita lebih mudah membantu perusahaan di Indonesia dan mewujudkan ekosistem net zero di Indonesia,” ucapnya.

Baca juga: Kadin akan amplifikasi isu net zero via B20 Indonesia Summit


Tantangan beralih ke net zero company

Yusrizki menyampaikan bahwa upaya untuk mencapai 100 perusahaan Indonesia yang berkomitmen untuk menjadi net zero company tak terlepas dari tantangan.

Tantangan terbesar adalah pola pikir, ia tak menampik masih banyak perusahaan yang belum mau beralih ke net zero company karena masih menimbang keuntungan yang akan didapat.

Kendati demikian, Yusrizki sedikit lega karena adanya paksaan perusahaan asing bahkan dari perbankan agar perusahaan-perusahaan Indonesia terutama berorientasi ekspor agar segera masuk ke net zero agar bisa terus melanjutkan kerja sama.

Belum lagi, Eropa akan menerapkan kebijakan memunguti biaya tambahan kepada produk-produk Indonesia yang datang dari proses produksi yang kotor atau tidak ramah lingkungan.

“Ini ancaman besar bukan untuk perusahaan tapi juga ekonomi kita. Bayangkan kalau misalnya Adidas, Nike, Uniqlo, Unilever kan mereka sudah berkomitmen net zero dan jika mereka tidak mau mengambil dari Indonesia apa perusahaan tidak bangkrut. Jadi itu yang membuat mindset mereka berubah, tapi yang belum menerima ancaman masih berpikir ulang,” ungkap Yusrizki.

Ke depan, ia menuturkan tak menutup kemungkinan jika carbon footprint akan menjadi komponen untuk menentukan harga suatu produk bahkan dengan kaitan besaran bunga dari kredit di perbankan. Oleh karena itu ia berharap lebih banyak lagi perusahaan swasta yang proaktif dan tidak lagi melihat net zero sebagai bagian dari ketakutan atau ancaman, namun sebagai tanggung jawab dari perusahaan yang perlu dikembangkan.

“Nanti semakin tinggi carbon footprint maka semakin tinggi bunga bank. Sehingga, semua ekosistem mendorong untuk semua orang menurunkan emisi,” kata dia.

Semua upaya tersebut, tegasnya, tidak hanya sekedar mengikuti tren energi berkelanjutan yang tengah menjadi prioritas global, namun sebagai upaya agar industri Tanah Air tidak kalah saing dari kompetitor yang sudah terlebih dahulu beralih ke energi baru terbarukan.

Adapun untuk berbagi pengetahuan, Kadin telah menjalin kerja sama dengan institusi dunia seperti World Resource Institute (WRI), Carbon Disclosure Project (CDP) dan Bloomberg New Energy Finance (BNEF).

Kemudian dengan lembaga milik Pemerintah Amerika untuk membantu pembiayaan bagi negara berkembang yakni Development Finance Corporation (DFC) dan United Nations Development Programme (UNDP) untuk membantu efisiensi energi. Lalu dengan partner dari teknologi yakni Huawei hingga Institut Pertanian Bogor untuk penelitian dan pengembangan.

Baca juga: KADIN deklarasikan komitmen sebagai Net Zero Organization pada 2060

Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2022