New York (ANTARA News) - Pemerintah dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Indonesia perlu memanfaatkan keberadaan Dana Demokrasi PBB (UNDEF) dengan mengajukan program-program yang terkait dengan upaya penguatan kehidupan berdemokrasi. "Kita perlu mendorong Pemeritah dan LSM untuk membuat program-program demokrasi ke UNDEF ini," kata Prof. Dr Azyumardi Azra selaku wakil Indonesia pada sidang Dewan Penasehat UNDEF di Markas PBB New York, Senin. Pengamat politik yang juga rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta tersebut mengatakan bahwa dana UNDEF sangat tergantung pada kelayakan proposal yang diajukan dari tiap negara. "Jadi, tidak ada droping langsung ke suatu negara," kata Azyumardi Azra sesuai rapat Dewan Penasehat UNDEF. UNDEF merupakan badan baru PBB yang dibentuk oleh Sekjen PBB Kofi Annan tahun 2005, yang bertujuan untuk membantu proyek-proyek pengembangan demokrasi di seluruh dunia. Negara-negara anggota PBB hingga saat ini sudah membuat komitmen bantuan sebesar total 41 juta dolar AS yang akan dikelola UNDEF. Dewan Penasehat UNDEF terdiri atas Australia, Perancis, Jerman, India, Qatar dan AS (sebagai kontributor terbesar), serta Benin, Chile, Hongaria, Indonesia and Afrika Selatan (yang melambangkan keterwakilan berdasarkan geografi). Menurut Azyumardi, masuknya Indonesia dalam dewan UNDEF tersebut juga sebagai simbol bahwa Indonesia sudah menjadi negara demokrasi. "Menurut saya, dengan perkembangan demokrasi di Indonesia saat ini, maka Indonesia bisa jadi model bagi negara lain dalam mengembangkan demokrasi," katanya. Apalagi selain dalam konteks geografi, Indonesia dengan 90 persen penduduknya Muslim, bisa menjadi model kesesuaian Islam dengan demokrasi. Dalam rapat "advisory board" tersebut telah disepakati bahwa 80 persen dana UNDEF akan digunakan untuk program di suatu negara, dan 20 persen untuk program yang bersifat regional dan internasional. "Untuk country project bisa dilakukan pemerintah atau pun LSM. Melalui website UNDEF nantinya akan ada informasi yang seluas-luasnya bagi pihak-pihak yang ingin mengajukan proposal," katanya. Namun karena tiap proyek nilainya hanya berkisar antara 50.000 hingga 500.000 dolar AS, maka tidak cukup jika digunakan untuk program yang berskala nasional. "Oleh sebab itu saya menekankan supaya usulan proyek itu dikembangkan dalam bentuk pilot project. Misalnya untuk mengembangkan demokrasi di tingkat propinsi," katanya. Bisa juga proyek-proyek yang terkait dengan pemilihan kepala daerah di suatu propinsi. (*)

Copyright © ANTARA 2006