Berkurangnya ekspor perikanan sebagian besar di pengaruhi oleh cuaca dan sebagian lainnya karena beberapa negara terutama dari Eropa memberlakukan persyaratan cukup ketat terhadap ekspor perikanan ini.
Banjarmasin (ANTARA News) - Cuaca buruk berupa gelombang tinggi dan angin kencang yang terjadi di wilayah pesisir selatan selama 2011 hingg awal 2012 membuat ekspor perikanan anjlok hingga 52 persen lebih dibanding 2010 yang sebanyak 200 ton menjadi kurang dari 100 ton.

Kepala Bidang Perdagangan Luar Negeri Disperindag Pemprov Kalsel Gusti Yasni Iqbal di Banjarmasin, Senin, mengatakan dalam satu tahun terakhir banyak nelayan terpaksa menambatkan kapalnya karena tidak bisa melaut.

Kondisi tersebut membuat ekspor perikanan ke berbagai negara turun drastis bahkan beberapa di antaranya stop.

"Berkurangnya ekspor perikanan sebagian besar di pengaruhi oleh cuaca dan sebagian lainnya karena beberapa negara terutama dari Eropa memberlakukan persyaratan cukup ketat terhadap ekspor perikanan ini," katanya.

Tentang persyaratan yang ditetapkan negara importir, kata Gusti, sudah bisa dipahami oleh eksportir maupun pengusaha perikanan sehingga kini mereka mulai membenahi mutu tangkapan perikanan tersebut.

Selain itu, tambah Gusti, ekspor beberapa jenis perikanan asal Kalsel kini melalui Surabaya dan Jakarta, sehingga perdagangan ke luar negerinya tercatat pada dua provinsi tersebut.

Turunnya volume ekspor perikanan tersebut juga membuat nilai ekspor dari sektor tersebut juga turun sekitar 49 persen dari sebelumnya 10,5 juta dolar AS menjadi 5,3 juta dolar AS.

Karena sektor perikanan tersebut belum menjadi unggulan ekspor Kalsel, kata Gusti, sehingga kenaikan maupun penurunannya tidak berpengaruh apa-apa bagi total ekspor Kalsel secara menyeluruh.

Kepala Badan Lingkungan Hidup Kalsel Rakhmadi Kurdi mengatakan, penetapan peraturan dari beberapa negara importir terhadap kualitas sektor perikanan telah membuat penambak Kalsel gulung tikar.

Akibatnya, kini ratusan hektare lahan tambak yang sebelumnya merupakan kawasan hutan bakau terkesan terbengkalai dan sulit untuk dilakukan penanaman kembali karena jumlahnya yang cukup banyak dan luas.

"Pada saat Kalsel gencar melakukan ekspor baik udang, kepiting dan lainnya, banyak masyarakat membuka hutan bakau menjadi tambak, tapi kini lahan tersebut ditinggalkan begitu saja," kata Rakhmadi.



Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2012