Makassar (ANTARA News) - Tim penasehat hukum Fabianus Tibo cs, terpidana mati kasus kerusuhan Poso, Sulawesi Tengah tahun 2000, mengancam akan membawa kasus ini ke Mahkamah Internasional bila kejaksaan dan kepolisian memaksakan untuk mengeksekusi ketiga kliennya. "Kalau Kapolda dan Kajati Sulteng tetap memaksakan mengeksekusi Tibo cs, maka kasus ini akan kami bawa ke Mahkamah Internasional dengan tuduhan pelanggaran HAM berat dan kejahatan negara terhadap rakyatnya," kata Stefanus Roy, SH, Ketua Tim Penasehat Hukum Fabianus Tibo (57), Dominggus Da Silva (40) dan Marinus Riwu (51) kepada ANTARA News di Makassar, Minggu. Menurut Stefanus, kasus Tibo saat ini sedang dalam proses kasasi kedua di Mahkamah Agung, setelah ditemukan bukti-bukti baru (novum) yang menyebutkan bahwa ketiga terpidana mati itu tidak terlibat dalam kasus kerusuhan Poso seperti yang didakwakan jaksa pada sidang-sidang yang lalu. "Kami sudah mengajukan sembilan saksi dalam sidang peninjauan kembali (PK) tahap kedua yang digelar di PN Palu pekan lalu (Kamis 9/3), dan semuanya membuktikan bahwa Tibo cs tidak terlibat dalam kasus penyerbuan di Kelurahan Moengko dan berbagai dakwaan jaksa lainnya," tegasnya. Hery Mangkewa, salah seorang di antara saksi itu misalnya, menyebutkan bahwa yang melakukan penyerangan tanggal 22 Mei 2005 ke Moengko itu adalah Ir Lateka (almarhum) dan 16 rekannya, sedangkan Tibo sedang tidur di gereja Katolik di Poso. Masih banyak lagi dakwaan-dakwaan jaksa yang dipatahkan oleh kesaksian ke-19 orang tersebut. Karena itu, ia berharap semua pihak menahan diri dan membiarkan Mahkamah Agung menangani perkara PK kedua ini dan eksekusi harus ditunda sampai ada keputusan akhir dari MA. Stefanus menambahkan, ada indikasi bahwa pihak kejaksaan dan kepolisian di Sulawesi Tengah berupaya mempercepat eksekusi terhadap ketiga terpidana tersebut karena khawatir, novum ini akan membongkar dakwaan sebelumnya yang direkayasa oleh pihak-pihak tertentu. "Kalau ketiga orang ini dieksekusi mati, maka kasus sebenarnya di Poso akan tetap tertutup, karena ketiga saksi kunci ini telah tiada," ujarnya. Ia berharap, Mahkamah Agung akan mengambil keputusan yang seadil-adilnya dengan membatalkan vonis hukuman mati kepada para kliennya, karena mereka tidak bersalah. Ia juga menyebutkan, kasus kerusuhan yang mirip Poso ini juga terjadi di beberapa tempat seperti Ambon, tetapi di sana tidak ada yang dihukum mati. "Padahal, untuk kasus Poso ini, sudah ada perjanjian damai Malino. Ini kan tidak adil," katanya.(*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2006