Jakarta (ANTARA News) - Indonesia sempat menolak permintaan spesifik maskapai penerbangan nasional milik Uni Emirat Arab, Etihad Airways terkait rencana rute barunya, Abu Dhabi-Jakarta. "Etihad sempat minta perlakuan khusus sesuai dengan kepentingan airlines, tetapi kami tolak, karena bagi kami `right` antara negara bukan dengan airlines," kata Direktur Angkutan Udara, Departemen Perhubungan, Santoso Edy Wibowo di sela penyambutan kedatangan perdana pesawat Etihad Airways di Bandara Soekarno Hatta, Kamis. Etihad Airways membuka rute baru penerbangan langsung Abu Dhabi-Jakarta empat kali seminggu mulai 16 Maret 2006 dan akan ditingkatkan menjadi per hari mulai 1 Mei 2006. Pada penerbangan perdana itu, dari total kapasitas pesawat A330-324 sebanyak 225 tempat duduk, hanya terisi penumpang sebesar 130 orang. Menurut Eddy, Etihad mencoba meminta kapasitas tempat duduk dengan ukuran airlines sesama dari Timur Tengah, misalnya jika Gulf Air dapat jumlah tertentu ijin angkut tempat duduknya, dia (Etihad) menginginkan hal yang sama. "Kita tegaskan tidak begitu karena prinsip dan right penerbangan antar negara adalah resiprokal (saling seimbang, red). Jadi yang dipakai ukuran negara bukan maskapai," kata Edy. General Manager regional Asia Pasifik Etihad Airways, Charles Phelps-Penry mengaku, dalam beberapa aplikasi rute baru itu ke pemerintah sempat terjadi beberapa perubahan aplikasi. Terkait dengan tren penumpang pesawat udara dari dan ke negara Timur Tengah, khususnya Uni Emirat Arab, Edy mengaku tahun ini diperkirakan meningkat 5-10% dari tahun sebelumnya, Tahun lalu tercatat 431 ribu penumpang berangkat ke Abu Dhabi dan datang sebesar 361 ribu. "Itu pun 60% adalah para pekerja Tenaga Kerja Indonesia (TKI)," katanya. Oleh karena itu, pihaknya mendorong agar maskapai domestik melakukan yang sama yakni terbang ke Abu Dhabi, termasuk kepada PT Garuda Indonesia.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2006