Kota Bogor (ANTARA) - Institut Pertanian Bogor (IPB) University mengangkat isu perlunya solusi mengenai masalah kekurangan tutupan lahan Indonesia yang memicu bencana hidrometeorologi seperti banjir, kekeringan dan tanah longsor dalam pertemuan sembilan anggota konsorsium universitas Asia-Eropa tanggal 21, 22 dan 25 Juli 2022 ini.

Koordinator University Network for Disaster Risk Reduction (UN4DRR) IPB University Prof Widiatmaka di Kampus IPB Baranangsiang, Kota Bogor, Kamis, sebagai perwakilan universitas yang terpilih masuk konsorsium 9  universitas Asia-Eropa, IPB akan mengusulkan pentingnya memerhatikan tutupan lahan dalam tata ruang wilayah sebagai salah satu solusi menghindari bencana tersebut.

"Pulau Jawa ini paling sedikit tutupan lahannya, maka kalau Jakarta banjir, ya, berarti paling kurang tutupan lahannya, kan begitu. Nanti bisa tambah parah itu, bisa tenggelam kalau tidak diusahakan perbaikan," ungkapnya.

Prof Widiatmaka memaparkan tutupan lahan harus diperhitungkan di setiap wilayah untuk menentukan tata ruang agar menjaga keseimbangan alam. Sebaiknya, setiap daerah mempertahankan tutupan lahan sebanyak 30 persen dari wilayahnya agar banjir, longsor dan kekeringan dapat diminimalisasi.

Baca juga: IPB masuk konsorsium 9 Universitas Asia-Afrika pendidikan kebencanaan

Baca juga: IPB-Korea-Indonesia MTCRC jalin kerja sama riset


Di sisi lain, khususnya di Pulau Jawa yang menjadi penghasil 50 pangan yang disebar ke seluruh wilayah Indonesia, kebutuhan tutupan lahan, atau area mempertahankan hutan cukup tergerus.

Dengan demikian, kata dia, melalui berbagi ilmu pengetahuan, penelitian dan teknologi antaruniversitas di dalam konsorsium ini akan banyak masukan untuk masalah mitigasi bencana di masing-masing negara.

Pada isu tutupan lahan itu, IPB akan mengusulkan integrasi data spasial yang ditampung melalui sistem informasi geografis (SIG) untuk menentukan wilayah mana yang boleh menjadi lahan pangan, pemukiman atau perlu menjadi tutupan lahan dalam perencanaan tata ruang daerah.

Menurutnya, IPB sangat tepat dipilih masuk dalam konsorsium sembilan universitas Asia-Eropa karena banyak disiplin ilmu yang diajarkan, termasuk ilmu tanah, air, pangan dan sebagainya.

Universitas-universitas dalam konsorsium itu, terbagi dua kategori. Pertama negara dengan mitigasi bencana dan penangan bencana yang sudah baik karena dapat meminimalisasi risiko, yakni Belgia, Kroasia, Spanyol dan Syprus.

Selanjutnya kategori kedua merupakan negara-negara dengan tingkat kerawanan bencana yang tinggi yaitu Indonesia, Sri Langka dan Maldives.

Prof Widiatmaka berharap akan ada rekomendasi yang baik bagi pemerintah Indonesia dari hasil diskusi ahli-ahli di bidang mitigasi bencana Asia-Eropa. Dari sisi teknologi, katanya, Indonesia bisa belajar dari negara Kroasia, Spanyol dan Siprus agar risiko bencana semakin menurun. Sementara, mengenai penelitian seputar kebencanaan, IPB siap melakukan yang terbaik.

"Banyak pakar IPB dalam pertemuan konsorsium ini, ahli kita juga banyak dalam bidang-bidang yang terkait kebencanaan," katanya.*

Baca juga: Guru Besar IPB paparkan empat pilar untuk muluskan "food estate"

Baca juga: Dekan FEM IPB: Dorong koperasi agar Indonesia jadi negara maju

Pewarta: Linna Susanti
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2022