Jakarta (ANTARA News) - Bank Indonesia (BI) mengharapkan agar amandemen UU Peradilan Agama yang baru saja disepakati DPR harus direvisi karena UU tersebut memasukkan klausul tentang sengketa atas perbankan syariah, sedangkan BI tidak pernah diajak konsultasi. "Saya tidak tahu proses lahirnya amandemen UU itu. Saya melihat bahwa tidak ada naskah akademis, tidak ada public hearing, tidak ada konsultasi dengan otoritas (fiskal-red), tidak ada konsultasi dengan pelaku. Proses lahirnya kok seperti itu?" kata Ketua Tim Regulasi dan Pengembangan Perbankan Syariah BI, Mulia Siregar di gedung BI Jakarta, Rabu. Amandemen itu sendiri baru disepakati pada 21 Februari 2006 untuk menjadi UU baru menggantikan UU sebelumnya No7/1989 dan bertujuan untuk memperbaiki struktur kekuasaan kehakiman di Indonesia serta memberikan jaminan kepastian hukum bagi kaum muslimin dan seluruh rakyat Indonesia. Dia kemudian menjelaskan kalau ada nasabah bank syariah yang beragama non-Islam, belum tentu nasabah tersebut mau sengketanya yang terkait dengan perbankan syariah masuk ke pengadilan agama Islam. Sedangkan menurut fraksi-fraksi DPR Pengadilan Agama harus diberi kewenangan yang absolut untuk memeriksa dan mengadili perkara yang berkenaan dengan persoalan hukum atas perkawinan, waris, wasiat, zakat, infaq, hibah, dan shadaqoh, juga menyelesaikan sengketa dalam sistem ekonomi syariah. Dia menjelaskan ada beberapa ketentuan tentang pengadilan itu yang bermasalah seperti ketentuan dalam pasal 50 bahwa semua apa yang terjadi di pengadilan agama itu harus menunggu apa yang terjadi di pengadilan umum. "Apa tidak makin panjang? Itu yang makin membingungkan," katanya. Selain itu juga tidak adanya aturan-aturan peralihan dari UU lama membuat aturan itu menciptakan ambiguitas karena tidak dikatakan di batang tubuh bahwa itu adalah transisi, tetapi begitu dibaca lagi seolah-olah UU tersebut adalah dalam masa transisi.(*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2006