Wina (ANTARA) - Uni Eropa (UE), Senin (8/8), mengajukan naskah final dari draf keputusan terkait pengaktifan kembali kesepakatan nuklir Iran 2015, sembari menunggu keputusan politik dari para partisipan perundingan Wina.

Kepala Kebijakan Luar Negeri UE Josep Borrell, Senin, mengatakan melalui Twitter bahwa telah terjadi negosiasi dan kini semua itu sudah ada di dalam naskah final.

"Namun demikian, di balik semua masalah teknis dan setiap paragraf, terdapat keputusan politik yang perlu diambil oleh pemerintah pusat (di negara-negara partisipan). Jika jawabannya positif, maka kita dapat menandatangani kesepakatan ini," kata Josep.

Sementara itu, Mikhail Ulyanov, perwakilan tetap Rusia untuk organisasi-organisasi internasional di Wina sekaligus kepala negosiator perundingan nuklir Iran, mengatakan para partisipan perundingan Wina perlu memutuskan apakah draf itu dapat diterima. Jika tidak, maka ada yang keberatan dan kesepakatan nuklir akan diaktifkan kembali.

Perwakilan tetap China untuk PBB di Wina Wang Qun mendesak Amerika Serikat (AS) segera mengambil keputusan politik guna membantu agar kesepakatan dapat tercapai lebih awal dalam perundingan nuklir Iran.

Perundingan Wina tentang pengaktifan kembali kesepakatan nuklir Iran, yang secara resmi dikenal sebagai Rencana Aksi Komprehensif Gabungan atau Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA), pekan lalu dilanjutkan di Wina setelah jeda selama lima bulan.
 
 


Menlu Iran Hossein Amir-Abdollahian, Minggu (7/8), mengatakan Badan Energi Atom Internasional atau International Atomic Energy Agency (IAEA) seharusnya dapat menyelesaikan sepenuhnya masalah pengawasan yang masih tersisa melalui jalur teknis.

Masalah utama yang belum terselesaikan dalam putaran perundingan adalah masalah pengawasan nuklir Iran. IAEA bersama AS dan Eropa bersikeras bahwa Iran gagal memberikan penjelasan yang kredibel tentang jejak uranium yang ditemukan di lokasi-lokasi yang tidak diumumkan.

Namun demikian, Iran telah berulang kali menyampaikan bahwa laporan IAEA tersebut bersifat "politis" dan kasus ini seharusnya ditutup dengan pengaktifan kembali JCPOA. Iran menandatangani kesepakatan nuklir itu bersama beberapa negara besar dunia pada Juli 2015.

Dalam kesepakatan tersebut, Iran setuju untuk membatasi program nuklirnya dengan imbalan pencabutan sejumlah sanksi yang dipimpin AS. Namun, mantan presiden AS Donald Trump menarik Washington keluar dari kesepakatan itu dan kembali menjatuhkan sanksi sepihak terhadap Teheran, yang mendorong Iran untuk mengabaikan beberapa komitmennya di bawah kesepakatan tersebut.

Rangkaian perundingan untuk menghidupkan kembali JCPOA dimulai pada April 2021 di Wina, tetapi ditangguhkan pada Maret tahun ini akibat perbedaan politik antara Teheran dan Washington.
 

Pewarta: Xinhua
Editor: Fransiska Ninditya
Copyright © ANTARA 2022