Itu harus kita apresiasi
Purwokerto (ANTARA) - Pakar pertanian Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto Prof Totok Agung Dwi Haryanto mengharapkan penghargaan yang diterima Indonesia dari International Rice Research Institute (IRRI) dapat memantik kegiatan penelitian dan pengembangan beras-beras khusus yang masih diimpor.

"Secara pribadi, saya apresiasi atas penghargaan dari IRRI untuk Indonesia. Artinya, itu pengakuan dari IRRI untuk keberhasilan pembangunan pertanian di Indonesia," katanya di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Senin.

Ia mengatakan hal itu terkait dengan penghargaan yang diterima Presiden Joko Widodo dari Direktur Jenderal IRRI Jean Balie di Istana Negara, Jakarta, Minggu (14/8), atas keberhasilan Indonesia dalam mencapai swasembada beras dan meningkatkan sistem ketahanan pangan yang baik.

Menurut dia, keberhasilan itu adalah hasil dari kerja sama semua pihak, baik pemerintah khususnya Kementerian Pertanian dan kementerian terkait lainnya, peneliti-peneliti, perguruan tinggi, petani, pegawai-pegawai yang terlibat dengan pembinaan pertanian, dan swasta.

Selain itu, keberhasilan tersebut merupakan prestasi yang harus diakui oleh semua pihak, bukan hanya keberhasilan pemerintah saja termasuk lembaga swadaya masyarakat.

Baca juga: Indonesia terima penghargaan IRRI atas capaian swasembada beras

"Itu harus kita apresiasi," katanya Dosen Luar Biasa Fakultas Pertanian Unsoed itu menegaskan.

Lebih lanjut, Prof Totok mengatakan bahwa secara statistik, data yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) maupun Kementerian Pertanian dari segi kuantitatif produksi padi nasional sebenarnya selalu melampaui kebutuhan atau konsumsi nasional dan hal itu sudah berlangsung selama beberapa tahun terakhir.

Hanya saja ketika pemerintah melakukan impor, kata dia, selalu beralasan pada beras-beras khusus yang belum mampu diproduksi sendiri oleh Indonesia.

Dalam hal ini, dia mencontohkan beras aromatik, beras Jepang, beras basmati, dan beras-beras khusus yang berkaitan dengan kesehatan.

"Itu yang belum mampu diproduksi di Indonesia terkait dengan agroklimatologi setempat, sehingga masih diimpor. Kita belum mampu beras basmati yang konsumsi di dalam negeri tinggi, belum mampu menghasilkan beras Jepang yang konsumsi di Indonesia semakin meningkat dengan adanya restoran-restoran makanan Jepang," kata profesor pemuliaan tanaman itu.

Baca juga: Mentan sebut penghargaan swasembada beras IRRI jadi kado HUT ke-77 RI

Terkait dengan hal itu, Prof Totok mengatakan setelah mendapatkan penghargaan dari IRRI, sebaiknya tidak cukup diungkapkan dengan bahagia namun harus lebih fokus untuk meningkatkan riset tentang bagaimana membangun kemampuan memroduksi beras khusus.

Riset tersebut di antaranya berkaitan dengan bagaimana cara menghasilkan beras basmati Indonesia, mengembangkan budi daya padi aromatik agar semakin banyak, dan sebagainya.

"Walaupun belum semua petani mampu, tapi ada petani-petani khusus yang dibina untuk mengembangkan itu di Indonesia, sehingga bisa memberikan nilai tambah kepada petani pembudi daya beras-beras khusus itu," katanya

Menurut dia, hal itu tentu dimulai dengan kegiatan-kegiatan pemuliaan tanaman yang menghasilkan varietas-varietas beras khusus.

Dengan demikian, kata dia, tidak menutup kemungkinan suatu saat kedaulatan pangan Indonesia dapat dicapai tanpa adanya intervensi dari luar dalam mengatur makanan pokok.

"Itu karena kita juga akan mampu menghasilkan beras-beras khusus. Oleh karenanya, penghargaan dari IRRI bisa menjadi pemantik agar pemerintah juga memfasilitasi berkembangnya penelitian dan pengembangan beras-beras khusus yang masih diimpor serta memang dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia," kata Prof Totok.

Baca juga: Perpadi nilai Indonesia layak dapat penghargaan IRRI
Baca juga: IPB apresiasi pemerintah atas penghargaan swasembada beras dari IRRI

 

Pewarta: Sumarwoto
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2022