Warga Taiwan melakukan mudik jelang Tahun Baru Imlek 2753 di Stasiun Kereta Utama Hsinchu, Kota Hsinchu, Minggu (30/1/2022). ANTARA FOTO/Aubrey Fanani/adm/foc. (ANTARA FOTO/Aubrey Fanani/ adm/foc.)

Taktik Salami

Warga China dan Taiwan juga sudah begitu dekat satu sama lain hingga ratusan ribu warga Taiwan tinggal di China daratan. Belum lagi fakta 40 persen dari total ekspor Taiwan dilemparkan ke pasar China.

Tetap saja, menurut jajak pendapat Brookings Institution pada 2021, mayoritas warga Taiwan, khususnya kaum muda, malah merasa semakin merasa beridentitas Taiwan ketimbang China.

Tetapi itu tak membuat gegabah dalam bermanuver. Sebaliknya China semakin anteng dengan pendekatan non militer, walau dalam waktu bersamaan postur militernya semakin besar dan proyeksi kekuatannya pun semakin luas.

China memang tidak mengecualikan opsi militer, apalagi statusnya sebagai kekuatan militer terbesar ketiga di dunia setelah Amerika Serikat dan Rusia, secara teoritis akan sangat mudah menaklukkan Taiwan.

Tetapi China malah terlihat semakin aktif mengisolasi Taiwan, baik secara ekonomi maupun diplomatik, lewat strategi yang diistilahkan oleh United States Institute of Peace sebagai "taktik mengiris Salami".

Salami adalah makanan sebentuk sosis yang diiris tipis-tipis untuk menjadi isi pizza, sandwich dan sejenisnya.

Upaya China dalam menekan dan membujuk negara-negara yang masih memiliki hubungan diplomatik dengan Taiwan agar menghentikan pengakuan formal kepada Taiwan adalah bagian dari "taktik Salami".

Baca juga: China rilis buku putih soal Taiwan yang memuat reunifikasi

Taktik ini juga bisa dilihat di Pasifik dan Karibia di mana kebanyakan negara di sini masih membina hubungan diplomatik dengan Taiwan. Contohnya ofensif ekonomi China di Kaledonia Baru yang membuat gerah Australia sebagai kekuatan utama di Pasifik selatan.

Tekanan juga diarahkan kepada perusahaan-perusahaan asing yang masih mengakui Taiwan sebagai wilayah terpisah dari China, bahkan menekan mereka yang menjadi donatur untuk politisi atau parpol Taiwan yang menginginkan otonomi dari China.

China tampak terus memainkan taktik ini sampai lama kelamaan Taiwan terkepung secara ekonomi dan diplomatik. Sebaliknya segala pintu ekonomi dan politik Taiwan semakin dikuasai oleh China.

Mungkin akan ada masanya ketika China menggunakan kartu truf ini pada tingkat maksimum, untuk mengganggu keseimbangan ekonomi Taiwan yang amat tergantung impor itu sehingga opini publik dan kemudian otoritas di wilayah ini mengubah orientasinya kepada China.

Jika ini terjadi, maka China bisa mendapatkan Taiwan seperti "menangkap ikan tanpa mengeruhkan kolam", sekaligus membuat pihak luar termasuk Amerika Serikat kesulitan mendapatkan alasan untuk intervensi di Taiwan.

Oleh karena itu, dari perspektif ini, untuk saat ini dan beberapa tahun ke depan, skenario China menyerang Taiwan mungkin hanya fantasi.

Baca juga: China: AS bisa tingkatkan pengerahan militer di tengah isu Taiwan
 

Copyright © ANTARA 2022