Jakarta (ANTARA) - Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) RI menegaskan bahwa di dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) sama sekali tidak menyinggung adanya tindak pidana pers.

"Jadi tidak ada itu," kata Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) RI Edward Omar Sharif Hieriej di Jakarta, Senin.

Eddy mengatakan sebetulnya yang dikhawatirkan Dewan Pers ialah mengenai potensi yang mengarah pada pengekangan kebebasan pers.

Baca juga: Akademisi: Masyarakat tidak banyak lagi tanyakan 14 isu krusial RKUHP

Wamenkumham mengatakan berdasarkan pertemuan sebelumnya dengan Dewan Pers, selain menerima kritik, Dewan Pers memberikan solusi yang dinilai bisa diakomodasi.

Ia menjelaskan alasan solusi yang diberikan Dewan Pers bisa diterima karena tidak mengubah konstruksi pasal. Akan tetapi hanya ditambahkan di dalam rumusan pasal ada suatu klausul "kecuali untuk kepentingan jurnalistik".

Hal tersebut disampaikan berdasarkan pandangan pribadi. Alasannya, hingga kini Eddy belum berbicara secara keseluruhan dengan tim ahli. Akan tetapi diyakini DPR sepakat dengan usulan Dewan Pers guna mencegah adanya pasal pembungkaman pers.

Baca juga: Kemenkumham akui sosialisasi RKUHP masih kurang masif
Baca juga: JMM: Pengesahan RKUHP untuk keadilan bangsa Indonesia


Frasa "kecuali untuk kepentingan jurnalistik" tersebut tidak hanya dimasukkan dalam Pasal 218 tentang Penghinaan Presiden tetapi juga di banyak pasal lainnya, misalnya pasal yang mengatur tentang kejahatan terhadap ideologi negara pancasila, termasuk pasal-pasal soal penghinaan terhadap pemerintah, pejabat publik, penghinaan yang menyerang harkat dan martabat Presiden maupun Wakil Presiden.

Semua pasal yang mengatur hal itu, katanya. akan dimasukkan frasa "kecuali untuk kepentingan jurnalistik"

"Karena itu tidak mengubah substansi, tidak ada masalah menurut kami," ujar Wamenkumham.

Pewarta: Muhammad Zulfikar
Editor: Herry Soebanto
Copyright © ANTARA 2022