Jakarta (ANTARA News) - Sebanyak delapan penulis berperanserta dalam gerakan "Seribu Buku Untuk Tuna Netra" yang diprakarsai Yayasan Mitra Netra guna menambah wawasan bersastra bagi kalangan tuna netra. Enam novel dan dua kumpulan prosa, yaitu "Cintapuccino" karya Icha Rahmanti, "Ungu Violet" karya Miranda, "Realita, Cinta dan Rock n Roll" karya FX Rudy Gunawan, "Filosofi Kopi" karya Dewi Lestari, "Brownies" karya Fira Basuki, "Jomblo" karya Adithya Mulia, "Test Pack" karya Ninit Yunita dan "Parasit Lajang" karya Ayu Utami adalah judul-judul yang telah mendapatkan persetujuan dari para penulisnya untuk disumbangkan. "Bayangkan dalam 15 tahun kami hanya mampu menerjemahkan 300 buku, padahal penerbitan buku di Indonesia mencapai 10.000 judul pertahun. Dari 300 buku itu pun, sekitar 90 persennya adalah buku pelajaran," tutur Wakil Direktur Eksekutif Yayasan Mitra Netra, Irwan Dwi Kustanto, di Jakarta, Kamis. Acara penyerahan ke delapan naskah yang dilakukan di Perpustakaan Pendidikan Nasional, Jakarta, tersebut juga digunakan sebagai peluncuran kampanye "Dengan Jari Aku Melihat Dunia, Dengan Jari Kita Bergandeng Tangan" yang mengajak para pihak yang terlibat di dunia perbukuan, khususnya para pengarang untuk memberikan ijin naskah atau buku yang telah diterbitkan untuk diterbitkan juga dalam huruf Braille. Sementara itu, Direktur Gagas Media, yang juga seorang penulis, FX. Rudy Gunawan, menyatakan bahwa bantuan tersebut tidak mempunyai maksud tersembunyi melainkan suatu hal yang memang sudah seharusnya. "Ini tidak ada maksud apa-apa, cuma saya merasa ini adalah sesuatu yang harus dilakukan oleh semua penerbit, bahkan semua orang," katanya. Ungkapannya itu didukung juga oleh para penulis yang sore itu juga hadir dan menandatangani surat pernyataan yang berisi keterangan bahwa mereka tidak keberatan buku mereka diterjemahkan ke dalam huruf Braille. Para penulis yang hadir dalam acara itu adalah Ayu Utami, Fira Basuki, Icha Rahmanti, Miranda, Ninit Yunita, FX. Rudy Gunawan, serta Dewi Utami. "Menulis bagi saya itu bukan untuk mencari keuntungan, tetapi untuk berbagi," tutur Fira Basuki. Ia juga mengatakan, akan menghubungi penerbitnya yang lain, agar 13 bukunya juga dapat diterbitkan dalam huruf Braille. Pendapatnya itu juga dibenarkan oleh Ayu Utami, yang bukunya "Saman" dan "Larung" telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Inggris. "Saya juga akan memberikan dua novel saya yang tidak diterbitkan oleh Gagas Media," katanya. Delapan penulis tersebut juga menyatakan harapannya, agar langkah mereka dapat ditiru oleh penulis lainnya, seperti yang dinyatakan oleh Rudy Gunawan. "Ini hanya sebuah langkah awal. Saya masih akan mengajak teman-teman penulis yang lain untuk ikut menyumbang novel mereka," ujar Ayu. Bagi para tuna netra yang memiliki keterbatasan kemampuan dalam membaca buku, huruf Braille adalah salah satu jawaban bagi kebutuhan mereka akan bacaan bermutu. Namun, menerjemahkan sebuah buku ke dalam huruf Braille bukanlah satu hal yang mudah karena membutuhkan bantuan dari mereka yang berpenglihatan normal untuk mengetik ulang sebuah buku, untuk kemudian disalin lagi ke dalam huruf Braille. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2006