Yogyakarta (ANTARA) - Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto memperkirakan calon presiden yang akan diusung partainya pada Pemilu 2024 diumumkan pada Juni 2023.

"Pak Jokowi dulu diumumkan oleh Bu Mega pada Maret 2014, pemilunya pada bulan Juni sehingga kalau kita menggunakan analogi itu kira-kira Juni tahun depan (2023) pas Bulan Bung Karno," kata Hasto saat menjadi pembicara dalam diskusi Election Corner bertema "Mengembalikan Kembali Politik Programatik di Pemilu 2024" di Fisipol UGM Yogyakarta, di Kabupaten Sleman, Senin.

Terkait pengumuman capres, menurutnya, PDIP telah memiliki pengalaman pemilu berulang kali sesuai dengan tahapan yang ditetapkan KPU RI.

"Tahapan pemilu masih Oktober tahun depan, pencapresan kita terus berdialektika," ujarnya.

Demikian pula saat mengumumkan cawapres pendamping Jokowi pada Pemilu 2019, menurut Hasto, tidak bisa lepas dari dinamika politik yang berkembang saat itu.

Baca juga: Hasto Kristiyanto jelaskan sikap PDIP terkait politik dinasti

"Kiai Ma'ruf itu diputuskan (capres) Minggu jam empat sore, pendaftarannya (di KPU) hari Senin. Itu Kiai Ma'ruf karena dinamika politik, itu riil politik, di dalam praktik itu seperti itu," kata dia.

PDIP, kata Hasto, saat ini tengah menyiapkan sosok Capres 2024 yang berani mengambil keputusan, mampu membawa Indonesia memimpin bangsa-bangsa di dunia, dan memiliki rekam jejak kuat.

"Pemimpin yang berani mengambil keputusan meskipun pahit, pemimpin yang mampu membawa bahtera Indonesia menjadi pemimpin di antara bangsa-bangsa di dunia dan tentu saja pemimpin ideologis, pemimpin memiliki kemampuan teknokratis, memiliki rekam jejak sejarah panjang, dan kuat," kata dia.

Baca juga: PDIP tak campuri kedaulatan partai lain usung Anies di Pemilu 2024

Tidak hanya itu, kata Hasto, capres yang diusung harus sosok pemimpin yang mendapat dukungan kekuatan kolektif parpol dan gabungan parpol.

Dukungan kekuatan kolektif parpol, menurut dia, penting untuk menghindarkan pemerintahan ke depan dari terpaan "tsunami" politik seperti awal kepemimpinan Jokowi-Jusuf Kalla pada 2014.

Kala itu, menurut dia, memerlukan waktu 1,5 tahun hanya untuk mengonsolidasikan kekuasaan lantaran parlemen dikuasai parpol nonpendukung pemerintah.

Karena itu, ia berharap pemerintahan ke depan selain memiliki legitimasi secara elektoral juga mendapat legitimasi dari dukungan di parlemen.

"Itu yang kami persiapkan, merancang satu gabungan partai politik agar pemerintahannya efektif. Selain itu, mayoritas dukungan presiden dari rakyat 50 persen plus 1 tercermin di parlemen," katanya.

Pewarta: Luqman Hakim
Editor: Herry Soebanto
Copyright © ANTARA 2022