Banjarmasin (ANTARA) - Jaksa penuntut umum (JPU) menuntut terdakwa oknum pegawai Pegadaian Cabang Barabai (UPC) Rantau, Kalimantan Selatan Ristianti Annisa Fitria untuk mengganti kerugian keuangan negara sebesar Rp2,25 miliar akibat korupsi yang dilakukannya saat sidang pembacaan tuntutan di Pengadilan Tipikor Banjarmasin, Rabu

"Penggantian kerugian negara ini sebagai pidana tambahan, selain dituntut pidana penjara selama delapan tahun dan denda Rp400 juta subsider kurungan selama tiga bulan," kata tim JPU Dwi Kurnianto dan Thesa Tamara Sanyoto di Banjarmasin, Rabu.

JPU menyebutkan jika uang pengganti tidak dibayarkan paling lama setelah satu bulan keputusan berkekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh Jaksa dan dilelang untuk menutup kerugian.

Baca juga: Mahasiswa Papua di Jakarta dukung KPK proses hukum Lukas Enembe

Namun jika terdakwa tidak memiliki harta benda yang cukup untuk disita dan dilelang menutupi uang pengganti, maka diganti dengan kurungan selama empat tahun.

JPU meyakini terdakwa telah melakukan tindak pidana korupsi seperti didakwakan pada dakwaan primair.

Dakwaan yang dimaksud yakni Pasal 2 ayat (1) Jo. pasal 18 Undang-undang (UU) RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.

Mendengar tuntutan itu, terdakwa yang diberikan kesempatan Ketua Majelis Hakim Heru Kuntjoro menyampaikan pembelaannya berharap agar diberi hukuman yang seringan mungkin.

"Saya menyesal dan mohon keringanan hukuman karena saya sehari-hari menjaga ibu saya yang sakit," kata dia yang mengikuti persidangan secara virtual dari Rutan Kelas II B Rantau.

Sidang akan dilanjutkan pada 26 Oktober 2022 dengan agenda pembacaan putusan oleh majelis hakim.

Diketahui perbuatan terdakwa menyelewengkan dana pelunasan kredit pada 127 akun kredit cepat aman (KCA) di UPC Rantau dalam rentang tahun 2019 hingga 2020 telah menimbulkan kerugian negara mencapai Rp2,8 miliar.

Adapun modusnya tak menyetorkan dana pelunasan KCA dari nasabah ke kas Pegadaian dan membiarkan status KCA tetap aktif meskipun barang jaminan sudah ditebus nasabah debitur.

Baca juga: Komite pemeriksa temukan 12 kekurangan helikopter angkut AW 101
Baca juga: Jaksa KPK ungkap pihak diuntungkan dari pengadaan helikopter AW 101

Pewarta: Firman
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2022