sudah saatnya mulai dirancang dan dimantapkan penguatan komunikasi yang lebih intensif mengenai penyamaan persepsi ...
Jakarta (ANTARA) - Kewarganegaraan merupakan persoalan hakiki sebagai anggota masyarakat suatu bangsa. Tentunya, beragam problematika kerap muncul sebelum seseorang memperoleh kewarganegaraan, belum lagi jika bersinggungan dengan perkawinan antarbangsa. Di sisi lain, implementasi fungsi kewarganegaraan pada dua instansi yang berbeda, walaupun dalam suatu kementerian, tidaklah berjalan semudah membalik telapak tangan.

Implementasi fungsi kewarganegaraan dilaksanakan oleh Ditjen Imigrasi dan Ditjen AHU,  yang keduanya berada di bawah naungan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham). Namun, ini bukan berarti serta merta semua permasalahan yang beririsan dengan tugas dan fungsi (tusi) dari kedua Institusi tersebut dapat terselesaikan dengan mudah dan cepat.

Ini dapat dipahami mengingat Ditjen Imigrasi memiliki sejumlah tusi yang terus bergerak dinamis baik di tingkat pusat maupun di unit pelaksana teknis (UPT) di seluruh Indonesia.

Demikian juga dengan Ditjen AHU memiliki beberapa tusi yang bergerak fluktuatif sesuai perkembangan masa. Ditjen AHU memang tidak memiliki UPT, namun mempunyai fungsi bimbingan terhadap sejumlah instansi dalam lingkup tusi tersebut.

Berdasarkan pada ketentuan tertinggi dan teranyar organisasi dan tata kerja Kemenkumham, salah satu tusi Ditjen AHU dapat disarikan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, pemberian bimbingan teknis dan supervisi, pelaksanaan pemantauan, evaluasi, dan pelaporan, perolehan dan kehilangan di bidang status kewarganegaraan, serta informasi kewarganegaraan, pewarganegaraan.

Adapun tusi Ditjen Imigrasi di antaranya penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, penyiapan bahan penyusunan standardisasi, pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi, pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, evaluasi, dan pelaporan di bidang status keimigrasian dan kewarganegaraan.

Permasalahan kewarganegaraan dan pewarganegaraan makin kompleks dari waktu ke waktu seiring dengan kian meningkatnya kompleksitas berbagai sisi kehidupan manusia.

Kemenkumham terus berupaya menyempurnakan peraturan tentang kewarganegaraan dan pewarganegaraan untuk menemukan solusi terbaik atas permasalahan publik yang mengemuka.

Bukan hanya penyempurnaan peraturan saja yang dibutuhkan tapi tak kalah penting Ditjen Imigrasi dan Ditjen AHU perlu segera bersinergi dan berkolaborasi secara intens, konsisten, dan berkesinambungan, mengingat tusi keduanya berpotongan pada sisi kewarganegaraan dan pewarganegaraan.

Kewarganegaraan adalah segala hal ihwal yang berhubungan dengan warga negara, sedangkan pewarganegaraan adalah tata cara bagi orang asing untuk memperoleh kewarganegaraan Republik Indonesia melalui permohonan.

Persoalan yang muncul dimulai dari problematika perkawinan campuran, permasalahan anak berkewarganegaraan ganda, implementasi peraturan mengenai pewarganegaraan dan kewarganegaraan serta persamaan persepsi tentang peraturan tersebut, kendala teknis di lapangan terkait permasalahan pewarganegaraan dan kewarganegaraan, stateless, kerap melibatkan Ditjen Imigrasi dan Ditjen AHU.

Sinergi
Selama ini Ditjen Imigrasi dan Ditjen AHU telah bersinergi dalam menyelesaikan berbagai problematika terkait irisan tusi keduanya. Namun, sinergi dan kolaborasi antara keduanya belum intens dan terpola dengan baik sehingga belum maksimal. Oleh karenanya perlu lebih disempurnakan lagi.

Artinya kerja sama antara Ditjen Imigrasi dan Ditjen AHU yang berada dalam satu halaman Kementerian belum dilakukan secara berkala untuk membahas permasalahan yang timbul di lapangan. Memang telah ada beberapa kali pertemuan yang melibatkan keduanya namun belum berkesinambungan dan masih bersifat insidental.

Maksudnya, jika ada masalah yang mencuat di ranah publik, misalnya problematika anak berkewarganegaraan ganda, atau kasus dwikewarganegaraan maka sebagaimana lazimnya kedua instansi akan lebih intens untuk berkoordinasi.

Kini sudah saatnya mulai dirancang dan dimantapkan penguatan komunikasi yang lebih intensif mengenai penyamaan persepsi mengenai suatu aturan baik mengenai pewarganegaraan maupun kewarganegaraan.

Mungkin selama ini belum terimplementasikan karena banyaknya agenda lain yang lebih mendesak dan penting. Namun, jika tidak dimulai dari sekarang kapan permasalahan di lapangan akan direduksi dan terjadi akselerasi sebab petugas Imigrasi menemukan banyak persoalan keimigrasian di lapangan yang bersumber dari persoalan kewarganegaraan.

Persoalan yang ada bagai endapan-endapan kecil yang mencoba diselesaikan oleh Ditjen Imigrasi, tetapi sering kali penanganan permasalahan tidak dapat segera dieksekusi disebabkan keterkaitan masalah tersebut dengan penerapan aturan dan kewenangan lembaga lain, dalam hal ini Ditjen AHU.

Pasalnya, menelisik prosedur dalam memperoleh kewarganegaraan RI yang dimulai dari sejak WNA (warga negara asing) memasuki wilayah Indonesia sampai yang bersangkutan menetap dalam kurun waktu tertentu menjadi bagian dari fungsi keimigrasian.

Selanjutnya dalam pengajuan naturalisasi atau untuk menentukan status kewarganegaraan RI dalam realisasinya ditangani oleh kedua lembaga tersebut.

Hal lain yang cukup dominan yaitu terkait data ABG (anak berkewarganegaraan ganda). Data ABG yang kehilangan kewarganegaraan di luar negeri maupun ABG yang tinggal di Indonesia belum terintegrasi sehingga penanganan masalah kurang efektif.

Data ABG secara nasional tidak lengkap karena ABG yang mendaftar di perwakilan masih dilaksanakan secara terpisah, belum diintegrasikan secara kesisteman dengan data ABG yang ada pada Ditjen Imigrasi maupun di Ditjen AHU sehingga sulit memantau perkembangannya.

Sedikit informasi, saat ini pengintegrasian data ABG antara Ditjen Imigrasi dan Ditjen AHU telah memasuki tahap akhir.

Perangkat hukum terkait ini pun belum ada. Maksudnya, ketentuan tentang hal ini belum diatur secara eksplisit oleh kedua lembaga.

Padahal data ABG adalah sumber informasi yang mendasar dalam merumuskan kebijakan tentang problematika ABG yang makin kompleks.

Selain itu terkait peraturan mengenai kewarganegaraan dan pewarganegaraan masih terdapat penafsiran yang belum seragam pada tataran yang sama.

Hal ini dapat dimengerti bila dikaitkan dengan paradigma berpikir yang masih terpola dalam koridor tusi masing-masing. Apalagi mencakup implementasi dari suatu aturan tertentu pada kedua instansi, belum terdapat skema yang ajek.

Sedikit contoh kecil mengenai Permenkumham No. 21 Tahun 2020 tentang Tata Cara Penyampaian Permohonan Pewarganegaraan dan Penyampaian Berita Acara Sumpah Pemberian Kewarganegaraan Republik Indonesia pada Pasal 15 ayat (1) yang berbunyi: Setelah mengucapkan sumpah atau menyatakan janji setia, Pemohon wajib mengembalikan dokumen atau surat keimigrasian atas namanya kepada kantor imigrasi yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal Pemohon dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) Hari terhitung sejak tanggal pengucapan sumpah atau pernyataan janji setia.

Permenkumham ini secara generik substantif merupakan domain Ditjen AHU.

Yang menjadi pertanyaan pada Pasal 15 ayat (1) pada kalimat: Pemohon wajib mengembalikan dokumen atau surat keimigrasian atas namanya kepada kantor imigrasi yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal Pemohon dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal pengucapan sumpah atau pernyataan janji setia. Apakah Ditjen AHU telah berkoordinasi dengan Ditjen Imigrasi, antara lain, bagaimana implementasi secara teknis di lapangan? Perangkat apa saja yang perlu disiapkan baik dari segi aturan maupun kesisteman; bagaimana solusi bila terdapat kendala nantinya.

Selama ini koordinasi antara kedua lembaga belum cukup mendalam dan terfokus pada dinamika seperti yang diilustrasikan di atas. Ini bukan bermaksud membuka celah yang ada, namun sedang berupaya menemukan solusi terciptanya kolaborasi yang mapan dan berkesinambungan.

Oleh karena itu, sudah saatnya kedua institusi duduk bersama, yang secara sederhana dapat diskemakan yaitu Kelompok Substansi Pewarganegaraan dan Kelompok Substansi Kewarganegaraan pada Ditjen AHU berkolaborasi dengan Kelompok Substansi Status Keimigrasian dan Kewarganegaraan pada Ditjen Imigrasi dalam bentuk Tim.

Tim ini dapat dibentuk atas kesepakatan bersama yang ditandatangani oleh pimpinan unit Eselon I atau II dari Ditjen Imigrasi dan Ditjen AHU.

Tim perlu mengagendakan pertemuan rutin sebulan sekali atau pertemuan bila ada persoalan mendesak dan berkesinambungan membahas baik menyangkut peraturan, problematika di lapangan, dan sebagainya.

Tim ini dapat mengundang para pakar di bidang keimigrasian atau ketatanegaraan sesuai dengan kebutuhan dan problematika yang muncul.

Disadari bahwa para pemangku tusi terkait perlu menyediakan waktu, tenaga, dan kesediaan untuk berjuang secara koheren, saling bertukar ide, pengetahuan, serta pengalaman secara terpadu.

Pasalnya, sebulan terakhir ini Ditjen Imigrasi terus berbenah untuk kemudahan dan percepatan pelayanan keimigrasian. Momen ini dapat menjadi pemicu untuk terbentuknya tim ini. Semoga.

*) Fenny Julita,S.Sos.,M.Si, adalah analis Keimigrasian Ahli Madya, Direktorat Jenderal Imigrasi, Kementerian Hukum dan HAM RI.












 

Copyright © ANTARA 2022