Purbalingga (ANTARA) - Suara gamelan mengiringi berbagai gending Jawa terdengar sayup-sayup dari sebuah rumah di salah satu sudut Desa Sidareja, Kecamatan Kaligondang, Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah.

Di rumah itu sekelompok anak muda tampak memainkan perangkat alat musik tradisional Jawa yang biasa disebut gamelan. Mereka secara rutin berlatih gamelan sebagai upaya menjaga dan melestarikan keberadaan alat musik tradisional tersebut.

Semua itu sesuai dengan nama wadah yang menaungi mereka, Kie Karawitan. Nama Kie Karawitan berasal dari kata "kie" atau "kiye" yang dalam bahasa Jawa Banyumasan berarti "ini", sedangkan "karawitan" dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berarti "seni gamelan dan seni suara yang bertangga nada slendro dan pelog".

Kie Karawitan sudah berjalan sekitar dua tahun. Wadah yang beranggotakan 22 pemuda-pemudi Desa Sidareja itu tidak lepas dari peran Laela Nindya Lasyarika yang didapuk sebagai koordinator.

Keberadaan Kie Karawitan berawal dari paparan pegiat seni Kie Art Sekolah Kartun (Kie Art Cartoon School) Desa Sidareja yang akan membentuk kelompok-kelompok seni, salah satunya berupa Kie Karawitan.  Sedangkan Sekolah Kartun Kie Art Desa Sidareja merupakan rintisan desa wisata berupa Cartoon Village (Desa Kartun) yang dikembangkan oleh dua pegiat seni Kie Art, Slamet Santosa dan Gita Yohanna Thomdean sejak tahun 2020.

Laela pun menyambut penuh semangat ketika dia didaulat menjadi koordinator Kie Karawitan, meskipun hal itu merupakan tanggung jawab yang tidak mudah karena Desa Sidareja bukanlah desa yang pemudanya memiliki dasar pengetahuan kesenian khususnya karawitan.

Perempuan yang dilahirkan di Purbalingga pada tahun 1993 itu merasa terpanggil untuk turut serta mendukung para pegiat seni dalam usahanya menghidupkan Desa Sidareja sebagai sebuah desa yang menghargai seni dan budaya.

Hal itu dilakukan dengan memberikan kesempatan kepada para pemuda untuk lebih menghargai waktu melalui hal-hal yang bermanfaat serta semakin mencintai budaya bangsa dan leluhur.

Salah satu hal yang menjadi pendorong Laela dan pemuda Kie Karawitan untuk terus melestarikan seni karawitan adalah sabda Ingkang Sinuhun Kanjeng Susuhunan Pakoe Boewono X dari Kraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat yang selalu ditekankan oleh pegiat seni di Desa Sidareja.

Sabda tersebut  adalah  "Rum Kuncaraning Bangsa Dumunung Haneng Luhuring Budaya", yang berarti "Harumnya nama dan tingginya derajat suatu bangsa terletak pada budayanya".

Sebagai koordinator Kie Karawitan, Laela pun berupaya menghimpun pemuda Desa Sidareja yang sebagian besar tidak memiliki latar belakang pendidikan seni. Bahkan, tidak sedikit di antara mereka yang masih merasa aneh terhadap seni karawitan.

Setelah satu tahun berjalan, Laela akhirnya bisa menghimpun 21 pemuda Desa Sidareja.  Semula mereka sama sekali tidak mengerti tentang seni karawitan dan lebih menyukai budaya bangsa lain, hingga akhirnya mereka bisa memainkan gamelan.

Hal itulah yang menjadi pembeda Kie Karawitan dengan sanggar-sanggar seni lainnya yang lebih didominasi oleh orang-orang yang memang sudah memahami dan menguasai seni.

Meskipun usianya masih muda, Kie Karawitan telah menghasilkan karya berupa lima lagu baru yang sudah bisa dimainkan dengan baik dan beberapa lagu baru lainnya yang masih dalam proses. Bahkan, Kie Karawitan juga berhasil mengaransemen ulang lagu "Presisi Polri" dalam bentuk karawitan pada tahun 2021.


Penampilan perdana

Perjuangan Laela bersama rekan-rekannya dalam berlatih seni karawitan pun tidak sia-sia. Kie Karawitan yang menjadi bagian dari Sekolah Kartun Kie Art Desa Sidareja, akhirnya bisa berjalan. Bahkan, Kie Karawtian mendapat kehormatan untuk tampil di Bali.
Pemuda Kie Karawitan, Desa Sidareja, Kecamatan Kaligondang, Purbalingga, saat tampil perdana dalam sebuah acara di Padma Resort Legian, Bali, pada tanggal 27 Oktober 2021. ANTARA/HO-Kie Art Purbalingga


Di hadapan sekitar 100 pebisnis dari berbagai wilayah Indonesia yang hadir dalam sebuah acara gathering di Padma Resort Legian itu, Kie Karawitan tampil untuk mengiringi penampilan pemuda Kie Art yang menampilkan tarian historis persatuan yang menggambarkan asal mula lahirnya Desa Sidareja sekitar 112 tahun silam.

Bagi Laela, penampilan perdana tersebut merupakan suatu keajaiban karena pementasan Kie Karawitan bersama Kie Art tersebut bukan skala desa, namun mereka tampil di Bali yang merupakan barometer wisata Indonesia. Bahkan, penampilan mereka juga disaksikan oleh beberapa ekspatriat yang hadir dalam acara tersebut.

"Sungguh kami bangga bahwa seni dan budaya kami diapresiasi," kata Laela.

Sejak penampilan perdananya di Bali, Kie Karawitan mulai sering tampil dalam sejumlah pergelaran seni dan mengikuti beberapa kompetisi. Kendati demikian, semua itu tidak membuat Laela dan rekan-rekannya yang tergabung dalam Kie Karawitan berbesar hati karena keberadaannya mulai dikenal.

Hal itu justru menjadi penyemangat bagi Laela untuk menjadikan Kie Karawitan bisa memberikan yang lebih baik lagi dalam upaya pelestarian seni budaya tradisional. Salah satunya, keinginan untuk mendapat kesempatan melakukan rekaman dan meluncurkan album karawitan sendiri.

Jika keinginan tersebut dapat terwujud, Laela berharap karya-karya yang dihasilkan Kie Karawitan bisa diperdengarkan ke antero Nusantara melalui platform musik digital, sehingga dengan berbekal semangat pemuda Desa Sidareja setiap tahunnya akan ada album yang dapat diproduksi.

Dari semua itu, satu hal yang ingin didengungkan oleh Kie Karawitan, yakni semangat bagi para pemuda untuk mengenal kembali jati dirinya dengan mengingat kembali dan melestarikan budaya bangsanya.

Dengan demikian, budaya bangsa tidak akan lekang oleh perkembangan zaman dan tetap terjaga serta lestari hingga masa-masa yang akan datang. 

Editor: Slamet Hadi Purnomo
Copyright © ANTARA 2022