Sorong (ANTARA) - Pendidikan di wilayah Provinsi Papua Barat masih menjadi perhatian serius pemerintah daerah, terutama terkait banyaknya anak usia sekolah namun tidak bersekolah dan juga tenaga guru.

Masalah pendidikan di Provinsi Papua Barat bukan soal infrastruktur bangunan sekolah tetapi hak konstitusi anak mendapatkan pendidikan yang sempurna sebagaimana ketentuan Undang Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Akademisi Universitas Papua Agus Sumule pada rapat pokok kebijakan rencana induk pembangunan otonomi khusus bidang pendidikan dan kesehatan bagi orang asli Papua memaparkan bahwa ada 68.988 anak usia sekolah di provinsi Papua Barat yang tidak bersekolah. Dari jumlah itu, anak usia tingkat sekolah dasar atau SD yang tidak sekolah sebanyak 24.725 orang, tingkat sekolah menengah pertama atau SMP yang tidak bersekolah sebanyak 25.326 orang.

Selanjutnya anak usia sekolah yang seharusnya saat ini menempuh pendidikan di tingkat SMA dan SMK namun tidak bersekolah sebanyak 18.938 orang. Mereka tersebar pada 13 kabupaten dan kota di wilayah Provinsi Papua Barat.

Hal ini tentunya menjadi perhatian serius pemerintah di wilayah Provinsi Papua Barat dengan berbagai skema pembangunan sektor pendidikan agar hak anak untuk bersekolah terpenuhi.

Sebab keberhasilan pembangunan suatu daerah ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia. Semakin tinggi tingkat pendidikan masyarakat, semakin tinggi pula kualitas sumber daya manusia di daerah itu.

Sebaliknya ketika banyak anak yang tidak bersekolah, guru yang bermutu terbatas jumlahnya, serta banyak penduduk dewasa yang rendah pendidikannya, maka sangat sulit bagi suatu daerah untuk mencapai kesejahteraan yang diharapkan.

Di sini lain Pasal 31 Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa setiap warga negara Indonesia berhak mendapatkan pendidikan. Khusus di Papua, Undang-Undang Nomor 2 tahun 2021 tentang Perubahan Otonomi Khusus mengamanatkan setiap penduduk Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat berhak memperoleh pendidikan yang bermutu sampai dengan tingkat sekolah menengah, dengan beban masyarakat yang serendah-rendahnya.


Penyebab tidak sekolah 

Kepala Dinas Pendidikan Papua Barat Barnabas Dowansiba mengatakan bahwa banyak faktor yang menyebabkan anak-anak usia sekolah di provinsi tersebut tidak bersekolah. Namun faktor kehidupan masyarakat yang lebih dominan, di mana masyarakat masih menganggap bahwa pendidikan bukanlah hal yang penting.

Masalah adat juga mempengaruhi, misalnya orang tua berselisih adat, akhirnya salah satu pindah tempat dengan membawa anak, sehingga berakibat pendidikan anak tersebut terbengkalai.

Selain itu, pernikahan dini, keluarga tidak utuh atau bercerai dan anak-anak yang berurusan dengan masalah hukum, membuat malu untuk kembali bersekolah.

Berbagai faktor penyebab anak tidak sekolah di Papua Barat tersebut membutuhkan dukungan seluruh komponen bangsa, tidak hanya dinas pendidikan.

Upaya yang dilakukan oleh dinas pendidikan adalah membangun komunikasi dengan seluruh komponen masyarakat, terutama aparatur kampung, untuk bagaimana meningkatkan kesadaran masyarakat bahwa pendidikan itu sangat penting.

Selain itu, berkomunikasi dan kolaborasi dengan lembaga-lembaga keagamaan di daerah agar membantu pemerintah dalam meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya pendidikan.

Saat ini kekurangan guru juga masih menjadi masalah pendidikan di Provinsi Papua Barat, terutama guru sekolah dasar, yakni kurang sebanyak 2.313 orang.

Guna menjawab masalah kekurangan guru sekolah dasar tersebut, Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi mencari solusi dengan membuat daftar semua perguruan tinggi yang ada di Provinsi Papua Barat yang punya program studi pendidikan guru sekolah dasar jenjang S1 dan S1 pendidikan anak usia dini untuk melakukan intervensi program.

Selain itu, kementerian juga akan menunjuk perguruan tinggi di Provinsi Papua Barat yang tidak memiliki jurusan pendidikan guru sekolah dasar dan S1 pendidikan anak usia dini namun, ada fakultas keguruan dan ilmu pendidikan, seperti Universitas Papua, untuk membuka program pendidikan guru SD.

Kementerian juga memberikan kewenangan kepada sekolah-sekolah tinggi agama yang menjalankan program pendidikan S1 guru agama di Provinsi Papua Barat agar membuka program S1 pendidikan guru SD dan S1 pendidikan anak usia dini.

Dengan cara seperti inilah diharapkan dapat menjawab permasalahan kekurangan guru sekolah dasar wilayah di Provinsi Papua Barat.

Dikatakan bahwa tantangan berikutnya bagi pemerintah daerah berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 106 dalam kurun waktu tujuh tahun harus dapat menghasilkan 33 ribu guru di seluruh Tanah Papua.

Karena itu, seluruh pemerintah kabupaten dan kota yang ada di Provinsi Papua Barat memulai kolaborasi membangun lembaga-lembaga pendidikan guru untuk dapat menjawab kebutuhan guru demi kemajuan pendidikan di Tanah Papua.

Karena itu perlu ada satu lembaga pendidikan guru dibangun di wilayah Ransiki, Kabupaten Manokwari Selatan, sebab sudah ada tanah dan gedung yang diberikan oleh pemerintah daerah setempat.

Tinggal bagaimana berkolaborasi dengan pemerintah daerah tetangga untuk sama-sama menopang pembangunan gedung tambahan agar anak-anak di Kabupaten Manokwari Selatan, Kabupaten Pegunungan Arfak, Kabupaten Bintuni, bahkan Kabupaten Teluk Wondama, dapat kuliah pada lembaga pendidikan tersebut untuk menjawab kebutuhan guru yang ada di sana.

Selain itu, perlu juga ada satu lembaga pendidikan guru dibangun di wilayah Kabupaten Sorong Selatan agar anak-anak di kabupaten Sorong Selatan, Kabupaten Maybrat, Kabupaten Tambrauw dan wilayah Sorong lainnya, dapat kuliah pada lembaga pendidikan tersebut untuk menjawab kebutuhan guru di daerah itu.

Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2022