"Hal-hal yang memberatkan, kedua terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam mewujudkan pemerintahan yang bersih dari korupsi, kolusi dan nepotisme, rangkaian perbuatan terdakwa I dan terdakwa II telah menyebabkan kerugian negara yang besar," t
Jakarta (ANTARA) - Mantan Direktur Utama Perum Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI) Isnu Edhi Wijaya dan bekas Ketua Tim Teknis Pengadaan Penerapan Kartu Tanda Penduduk Berbasis Nomor Induk Kependudukan secara nasional (KTP-el) tahun anggaran 2011-2013 Husni Fahmi masing-masing dituntut 5 tahun penjara dalam perkara dugaan korupsi pengadaan KTP-el 2011-2013.

"Menyatakan terdakwa I Husni Fahmi dan terdakwa II Isnu Edhi Wijaya secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dalam dakwaan kedua. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa I Husni Fahmi dengan pidana penjara selama 5 tahun dan denda sejumlah Rp300 juta subsider 6 bulan kurungan; dan kepada terdakwa II Isnu Edhi WIjaya pidana penjara selama 5 tahun dan denda sejumlah Rp300 juta subsider 6 bulan kurungan," kata jaksa penuntut umum (JPU) Putra Iskandar di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta pada Senin.

Keduanya dinilai terbukti melakukan perbuatan berdasarkan dakwaan kedua dari Pasal 3 Undang-undang No 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

"Hal-hal yang memberatkan, kedua terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam mewujudkan pemerintahan yang bersih dari korupsi, kolusi dan nepotisme, rangkaian perbuatan terdakwa I dan terdakwa II telah menyebabkan kerugian negara yang besar," tambah jaksa.

Terdapat juga hal-hal yang meringankan dalam perbuatan keduanya yaitu sama-sama belum pernah dihukum dan memiliki tanggungan keluarga.

"Terdakwa I Husni Fahmi telah mengembalikan seluruh uang hasil korupsi yang diperolehnya yaitu 20 ribu dolar AS, terdakwa II Isnu Edhi Wijaya belum sempat menikmati hasil korupsi
hasil keuntungan atas proyek E-KTP karena uang yang berada di rekening Manajemen Bersama sudah disita oleh KPK," tambah jaksa.

Dalam dakwaan disebutkan Husni Fahmi sebagai sebagai PNS di Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) kemudian diperbantukan di Ditjen Adminduk untuk pendampingan teknis. Salah satu peserta lelang proyek uji petik E-KTP adalah PNRI yang dipimpin terdakwa II Isnu Edhi Wijaya. Saat uji petik teresbut Husni Fahmi dan Isnu Edhi mulai saling mengenal.

Husni lalu merekomendasikan kepada Kemendagri mengenai spesifikasi perangkat keras, perangkat lunak dan blangko KTP-E konfigurasi spesifikasi teknis dan daftar harga yang disusun oleh Husni dan tim yang pada akhirnya dipergunakan sebagai bahan acuan dalam pembuatan Rencana Kerja dan Syarat-Syarat (RKS) dan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) seharga Rp18 ribu per keping KTP yang sudah dinaikkan harganya (mark up) dan tanpa memperhatikan adanya diskon terhadap barang-barang tertentu.

Selanjutnya Isnu Edhi membentuk Manajemen Bersama Konsorsium PNRI yang memutuskan sebagai berikut: Board Of President Director (BOD) yang beranggotakan semua direktur utama anggota konsorsium yakni Isnu Edhi Wijaya mewakili Perum PNRI, Arief Safari mewakili PT. Sucofindo, Wahyuddin Bagenda mewakili PT. LEN Industri, Anang Sugiana Sudihardjo mewakili PT. Quadra Solution dan Paulus Tannos mewakili PT. Sandipala Arthaputra

Pada 21 Juni 2011, Mendagri saat itu Gamawan Fauzi lalu menetapkan konsorsium PNRI sebagai pemenang lelang dengan harga penawaran sebesar Rp5,841 triliun.

Adapun pekerjaan yang tidak diselesaikan oleh konsorsium PNRI tersebut sebagaimana yang telah ditentukan namun tetap memperoleh pembayaran secara bertahap meskipun tidak memenuhi target pekerjaan pada setiap terminnya hingga terkumpul "management fee" sejumlah Rp137,989 miliar dari pemotongan tagihan 5 perusahaan anggota Konsorsium PNRI.

Pada September 2012, Husni Fahmi menerima uang sebesar 20 ribu dolar AS dan fasilitas berupa Tiket Pesawat pulang pergi Jakarta – Los Angeles menggunakan maskapai Singapore Airlines di Business Class dan dilanjutkan dari LA ke Florida menggunakan Pesawat domestik serta akomodasi hotel untuk mengikuti kegiatan Biometric Consortium Conference 2012 di Florida dari Johannes Marliem.

Hal tersebut diberikan atas peran Husni Fahmi dalam menetapkan spesifikasi teknis proyek E-KTP sehingga menggunakan produk milik perusahaan Johannes Marliem.

Sementara seluruh uang yang dibayarkan kepada konsorsium PNRI yang dipimpin Isnu edhi kemudian diteruskan ke anggota Konsorsium PNRI yaitu Perum PNRI, PT LEN Industri, PT Quadra Solution, PT Sandipala Artha Putra, PT Sucofindo, PT Mega Lestari Unggul dan selanjutnya diterima oleh Husni Fahmi, Andi Agustinus alias Andi Narogong, Johannes Marliem, Anang Sugiana, Wahyuddin Bagenda, Setya Novanto, Irman, Sugiharto, Diah Anggraeni, Drajat Wisnu Setyawan yang berasal dari keuangan negara yakni bersumber dari selisih kemahalan harga sebagaimana yang tercantum dalam kontrak dengan harga yang sebenarnya dalam proyek penerapan KTP-el.

Hal tersebut mengakibatkan jumlah uang yang dibayarkan kepada konsorsium PNRI lebih mahal dibandingkan harga wajar atau harga riilnya dan mengakibatkan kerugian keuangan negara hingga Rp2,314 triliun.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Agus Setiawan
Copyright © ANTARA 2022