Jakarta (ANTARA) - Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengatakan pemerintah tetap memberikan subsidi dan juga bantuan sosial secara masif untuk menjaga daya beli masyarakat di tengah potensi kenaikan inflasi.

“Bantuan-bantuan sosial dalam bentuk perlindungan sosial diberikan cukup masif sehingga masyarakat di satu sisi memiliki daya beli yang terjaga, pada sisi yang lain pengeluaran menjadi terkurangi," kata Moeldoko dalam diskusi daring "Capaian Kinerja Pemerintah Tahun 2022" yang digelar Forum Merdeka Barat (FMB9) sebagaimana keterangan yang diterima di Jakarta, Jumat.

Terkait krisis keuangan dan ancaman inflasi global, kata Moeldoko, pemerintah pusat juga telah mengumpulkan seluruh kepala daerah agar terlibat aktif dalam mencegah kenaikan harga barang. Salah satu upaya pemerintah pusat, kata dia, adalah dengan memberikan subsidi untuk distribusi barang agar tidak terjadi kelangkaan di daerah.  

Krisis keuangan dan ancaman kenaikan inflasi global, kata Moeldoko, merupakan dampak dari situasi pandemi COVID-19 dan konflik geopolitik antara Rusia dan Ukraina. Selain krisis keuangan dan inflasi, gejolak ekonomi dan geopolitik global juga telah menimbulkan krisis pangan, dan krisis energi.

Untuk mengatasi krisis pangan, Moeldoko mengatakan pemerintah terus mendorong terwujudnya swasembada komoditas hasil pertanian.

Upaya menuju swasembada itu dilakukan dengan berbagai cara, di antaranya dengan membangun infrastruktur seperti 35 bendungan, membangun jaringan 10.035 hektar irigasi, dan merehabilitasi 152.615 hektare jaringan irigasi.

Kemudian juga membangun 21 embung dan 157 kilometer (km) tanggul pengendali banjir dan pengamanan pantai.

Hal ini, kata Moeldoko, membuat Indonesia surplus produksi pangan dalam beberapa tahun terakhir.

Untuk mengatasi krisis energi, pemerintah telah mengantisipasi dengan menyiapkan program mandatori B30 yang mewajibkan semua bahan bakar diesel di Indonesia memiliki campuran minimal 30 persen biodiesel dan 70 persen solar.

Dalam kesempatan yang sama, Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo menjelaskan bahwa selama tiga tahun terakhir, Indonesia bekerja keras menghadapi pandemi COVID-19. Pemerintah menyiapkan Rp1.895 triliun menangani kesehatan dan pemulihan ekonomi nasional untuk mengatasi dampak pandemi COVID-19..

"Kita bersyukur, sebab di balik wabah ada hikmah dan bahkan ada berkat. Indonesia saat ini dapat mempertahankan, bahkan dalam beberapa hal, dapat mengoptimalkan berbagai potensi. Kita termasuk negara dengan tingkat inflasi yang terjaga, relatif rendah di 5,95 persen," kata Yustinus.

Yustinus juga menjelaskan pendapatan negara pada 2022 bisa tumbuh 49,8 persen setelah dua tahun berjuang untuk pulih dari pandemi. Kemudian, rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) juga telah menurun. Sedangkan indeks manufaktur Indonesia, yang tercermin dari Purchasing Managers' Index (PMI) sudah di atas 50.

“Hal ini menunjukkan geliat ekonomi Indonesia bagus sebab Indonesia sudah mulai melakukan impor bahan baku barang modal untuk memenuhi kebutuhan domestik dan juga ekspor,” kata Yustinus.

Selain itu, Indonesia juga mencatat ekspor hingga 24,8 miliar dolar AS pada September 2022.

"Ini capaian yang cukup bagus dengan surplus (neraca perdagangan) 4,99 miliar dolar AS. Surplus neraca pembayaran juga terjadi sampai dengan kuartal II 2022 itu ada surplus 2,4 miliar dolar AS atau Rp37 triliun rupiah," kaya Yustinus.

Baca juga: Moeldoko: Pemerintah siapkan skenario antisipasi tantangan tahun 2023

Baca juga: Moeldoko: Langkah Indonesia sudah sangat jitu cegah krisis pangan

Baca juga: KSP: Indonesia terus tatap ke depan di tengah "carut-marut" global


Pewarta: Indra Arief Pribadi
Editor: Nurul Hayat
Copyright © ANTARA 2022