Jakarta (ANTARA) - Perdana Menteri Palestina Mohammad Shtayyeh menegaskan pentingnya persatuan di antara faksi-faksi Palestina untuk mengakhiri pendudukan Israel selama bertahun-tahun.

Untuk itu, kata dia, dirinya menyambut baik dukungan Presiden RI Joko Widodo untuk membantu memfasilitasi proses rekonsiliasi faksi-faksi yang ada di Palestina.

“Kami akan melakukan segala upaya untuk membuat rekonsiliasi Palestina ini menjadi mungkin, karena persatuan penting untuk mengakhiri pendudukan,” kata dia dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa.

Hamas, Fatah, dan 12 faksi Palestina telah menandatangani perjanjian rekonsiliasi dalam pertemuan di Aljazair pada 13 Oktober 2022.

Pertemuan itu, yang antara lain menyepakati pemilihan legislatif dan presiden dalam waktu satu tahun, bertujuan menyelesaikan perselisihan yang telah berlangsung selama 15 tahun melalui pemilu baru di wilayah Palestina yang diduduki.

Di bawah perjanjian rekonsiliasi itu, faksi-faksi Palestina juga mengakui Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) yang dipimpin Presiden Mahmoud Abbas, sebagai satu-satunya perwakilan rakyat Palestina.

Terkait pemilu mendatang, Shtayyeh menjelaskan bahwa pemerintah Palestina siap berkoalisi dengan faksi-faksi yang berbeda guna menjalankan agenda politik yang jelas sehingga tidak menimbulkan ambiguitas di mata dunia internasional.

“(Rekonsiliasi) ini adalah alat untuk mendukung perjuangan kami. Penting juga untuk memastikan bahwa pemerintahan Palestina di masa depan akan menjangkau seluruh wilayah Palestina termasuk Gaza dan Jenin,” kata dia.

Pembicaraan lebih mendetail mengenai perjanjian rekonsiliasi antara faksi-faksi Palestina akan dilanjutkan dalam KTT Liga Arab yang akan berlangsung di Aljazair pada November mendatang.

“Itulah yang kami harapkan dan akan kami usahakan untuk diwujudkan. Jika ada kemauan, pasti ada jalan,” kata Shtayyeh.

Sejak 2007, perpecahan politik telah melemahkan perjuangan Palestina untuk mewujudkan negara yang merdeka, serta menunda pemilihan presiden dan legislatif.

Kemenangan legislatif Hamas kemudian menjadi dasar perpecahan politik.

Kelompok yang menentang perdamaian dengan Israel itu meraih kendali atas Jalur Gaza pada 2007, sementara otoritas Palestina yang didukung Barat dan dipimpin Abbas tetap mendominasi Tepi Barat yang diduduki.

Sejak itu, Gaza berada di bawah blokade Israel yang brutal dan telah menghadapi sedikitnya tiga serangan Israel.

Fatah dan Hamas sebelumnya telah berusaha untuk menyelesaikan perbedaan mereka dalam beberapa putaran pembicaraan. Mereka bahkan bersepakat untuk membentuk pemerintahan sementara di masa lalu, tetapi rekonsiliasi belum juga terwujud.

Di wilayah Palestina yang diduduki Israel, orang-orang telah mencermati pertemuan di Aljazair dengan sedikit optimisme bahwa perjanjian rekonsiliasi akan memberikan perubahan.

Baca juga: PM Shtayyeh: Indonesia di pihak Palestina, bukan mediator konflik
Baca juga: PM Palestina harapkan peningkatan kerja sama dengan Indonesia
Baca juga: Tiga warga Palestina tewas dalam baku tembak dengan pasukan Israel


Pewarta: Yashinta Difa Pramudyani
Editor: Anton Santoso
Copyright © ANTARA 2022