Tentunya kajian masih kita lakukan, kajian terhadap spesifikasi bisnis oleh OJK dan SRO. Dan benchmark kita lakukan benchmarking dengan Eropa yaitu EU Emissions Trading System (EU ETS) dan dengan Korea (South Korea's Emissions Trading Scheme (KETS).
Jakarta (ANTARA) - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyiapkan infrastruktur perdagangan karbon melalui bursa karbon seiring dengan telah terbitnya Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2022 tentang Tata Laksana Penerapan Nilai Ekonomi Karbon.

Dalam beleid tersebut, tepatnya pada pasal 27 disebutkan bahwa bursa karbon merupakan bursa efek atau penyelenggara perdagangan yang telah memperoleh izin usaha dari otoritas yang menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan mengenai perdagangan karbon dan/atau catatan kepemilikan unit karbon.

"Untuk itu OJK telah menyiapkan infrastruktur pengaturannya yang terkait dengan kelembagaan dan operasional penyelenggaraan bursa karbon dan di dalamnya akan ditetapkan instrumen unit karbon sebagai efek yang dapat diperdagangkan di bursa karbon," kata Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK Inarno Djajadi dalam jumpa pers di Jakarta, Kamis.

Dalam Permen LHK No 21 tersebut, disebutkan pengembangan infrastruktur perdagangan karbon melalui bursa karbon dilakukan dengan pengembangan infrastruktur perdagangan karbon, pengaturan pemanfaatan penerimaan negara dari perdagangan karbon, dan/atau administrasi transaksi karbon.

"Tentunya kajian masih kita lakukan, kajian terhadap spesifikasi bisnis oleh OJK dan SRO. Dan benchmark kita lakukan benchmarking dengan Eropa yaitu EU Emissions Trading System (EU ETS) dan dengan Korea (South Korea's Emissions Trading Scheme (KETS). Untuk pengawasan perdagangan bursa karbon di pasar modal, akan dilakukan oleh OJK berkoordinasi dengan KLH," ujar Inarno.

Indonesia saat ini mulai melangkah untuk menggunakan inisiatif pasar karbon sebagai alternatif pembiayaan bagi sektor riil. Indonesia memiliki potensi besar untuk memimpin pasar karbon. Dengan hutan tropis terbesar ketiga di dunia seluas 125 juta hektare, Indonesia diperkirakan mampu menyerap 25 miliar ton karbon.

Potensi penyerapan karbon tersebut, belum termasuk potensi yang bisa diserap oleh pohon mangrove dan potensi penyerapan karbon lainnya yang lebih besar. Berdasarkan angka tersebut, Indonesia bisa menghasilkan sebanyak 565 milar dolar AS hanya dari perdagangan karbon.

Sebagai salah satu kebijakan pemerintah, penetapan harga karbon dinilai sangat penting dalam mengatasi perubahan iklim karena pemerintah dapat memberikan insentif untuk mendorong pengurangan emisi dan disinsentif bagi yang memproduksi emisi lebih dari batas yang ditoleransi.

Per April 2022, sebanyak 68 instrumen penetapan harga karbon termasuk pajak karbon dan skema perdagangan yang efisien telah dikembangkan secara global. Begitu juga dengan Indonesia yang telah menetapkan Kepres tentang nilai ekonomi karbon yang mengatur pelaksanaan penetapan harga karbon melalui beberapa mekanisme, salah satunya adalah perdagangan karbon ke pasar karbon.

Baca juga: OJK dan BEI masih kaji soal perdagangan karbon di bursa

Baca juga: Kemendag: Ekosistem perdagangan karbon di Indonesia sudah sangat siap

Baca juga: Kemenkeu tegaskan tidak semua entitas usaha dikenakan pajak karbon

Pewarta: Citro Atmoko
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2022