Penguatan industri pertahanan haruslah seimbang antara pemenuhan kebutuhan alutsista yang canggih, politik diplomasi, dan ekonomi kerakyatan.
Jakarta (ANTARA) - Pengamat intelijen, pertahanan, dan keamanan Ngasiman Djoyonegoro menilai perhelatan industri pertahanan Indo Defence 2022 dapat memperkuat implementasi Revolution in Military Affairs (RMA) sebagai salah satu upaya pengembangan sektor militer menghadapi perang.

"Indonesia, saya kira, cukup menonjol di kawasan Asia Tenggara dalam pengembangan industri militernya. Indo Defence Expo dapat dimaknai sebagai gelaran militer nonpasukan, sejauh mana kekuatan persenjataan kita dalam menghadapi perang," kata Simon, panggilan akrab Ngasiman Djoyonegoro, dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Jumat.

Agenda RMA yang telah dirumuskan sejak 2008 dalam Revolusi Krida Yudha itu meliputi langkah-langkah perubahan organisasi militer, perubahan doktrin, dan pemanfaatan teknologi.

Dalam kesempatan yang sama, Simon juga menyoroti perihal peran Indo Defence dalam memperkuat diplomasi militer Indonesia.

Menurut dia, diplomasi militer bagi Indonesia saat ini bernilai penting di tengah kemunculan ketegangan Tiongkok dengan Taiwan dan Amerika Serikat. Dalam ketengangan tersebut, Tiongkok mempertunjukkan kekuatan militernya.

Berikutnya Korea Utara dengan Korea Selatan-Amerika Serikat-Jepang juga sempat saling balas serangan militer. Simon mengatakan bahwa situasi itu cukup memberikan konteks yang kuat bagi Kementerian Pertahanan dan TNI untuk juga memperlihatkan kekuatan, salah satunya melalui Indo Defence 2022.

Selanjutnya, dia menyoroti keberadaan Indo Defence 2022 dalam mengembangkan industri pertahanan saat ini sehingga secara makro berkontribusi terhadap perekonomian nasional.

Sejak industri pertahanan Indonesia berkembang cukup pesat melalui pengesahan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan, pada tahun 2015—2018, Pemerintah telah menetapkan 70 industri pertahanan baru.

Seperti data yang dimuat oleh Bappenas, total industri pertahanan yang ada sekarang sebanyak 102 industri pertahanan yang terdaftar di Kementerian Pertahanan, baik BUMN maupun swasta.

"Setidaknya lapangan kerja baru tercipta dari industri pertahanan," ucap Simon.

Ia mencontohkan jumlah karyawan tetap di lima industri pertahanan yang tergabung dalam Defend ID saat ini sekitar 10.000 orang. Industri seperti PT Dirgantara Indonesia dan PT Pindad menyerap lebih banyak tenaga kerja daripada firma lainnya di dalam holding.

Meskipun demikian, Simon mengingatkan Pemerintah untuk tetap memperhatikan tiga hal, yakni yang pertama, penguasaan teknologi militer perlu ditingkatkan.

Kedua, kata dia, diperlukan penguatan rantai pasok industri pertahanan yang melibatkan UMKM sehingga dampak ekonominya bisa lebih meluas. Ketiga, perlindungan terhadap industri pertahanan secara hukum, terutama terkait dengan hak paten teknologi.

"Penguatan industri pertahanan haruslah seimbang antara pemenuhan kebutuhan alutsista yang canggih, politik diplomasi, dan ekonomi kerakyatan," kata Simon.

Baca juga: PT Karya Logistik Indotama beli 11 unit Pesawat N219 buatan PT DI
Baca juga: PTDI-Airbus bekerja sama rawat helikopter dan pesawat militer

Pewarta: Tri Meilani Ameliya
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2022