Washington (ANTARA News) - Rusia harus menghentikan perjanjian senjata dengan Iran dan negara-negara lain harus melarang penjualan teknologi dengan penggunaan ganda kepada Teheran untuk menekan Iran agar meninggalkan program nuklirnya, kata seorang pejabat tinggi Amerika Serikat (AS), Jumat. "Sudah waktunya bagi negara-negara untuk menggunakan pengaruh mereka terhadap Iran," kata pejabat tinggi Kementerian Luar Negeri AS Nicholas Burns. "Kami rasa sangat penting negara-negara seperti Rusia membekukan penjualan senjata kepada Iran." Washington ingin Moskow membatalkan rencana penjualan kepada Iran rudal-rudal taktis darat-udara Tor. Moskow dan Teheran menyatakan, senjata itu untuk tujuan defensif. "Kami berharap dan kami percaya bahwa perjanjian itu tidak akan dilaksanakan," kata Burn mengenai perjanjian Tor itu. Burns, yang bertemu di Moskow pekan ini dengan para pejabat dari Rusia, China, Jerman, Prancis dan Inggris untuk merencanakan strategi terhadap Iran, mengatakan, negara-negara itu harus menekan Iran secara individu dan bekerja secara kolektif di Dewan Keamanan PBB. Ia mengatakan, ada "pengertian darurat" diantara negara-negara itu untuk menghentikan Iran membuat senjata nuklir, khususnya setelah negara tersebut mengumumkan pekan lalu bahwa mereka telah memulai pengayaan uranium. Sebuah pertemuan antara para pemimpin politik dari keenam negara itu diperkirakan berlangsung di Paris pada 2 Mei dan kelompok tersebut kemudian akan berusaha mencapai sebuah perjanjian mengenai tindakan diplomatik apa yang akan diambil terhadap Iran, kata Burns. Selain itu, ia meyatakan, kelompok delapan negara industri maju (G8) akan memusatkan perhatian pada Iran pada pertemuan puncak mereka pada Juli. Rusia menentang keras penerapan sanksi-sanksi pada Iran dan juga menolak seruan dari AS, yang telah lama mempertahankan embargo dagangnya pada Iran, untuk menghentikan pekerjaan pada pembangkit listrik tenaga nuklir Bushehr di republik Islam tersebut. Badan tenaga atom Rusia terikat kontrak untuk membantu Iran membangun reaktor senilai satu milyar dolar itu. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2006