Jakarta (ANTARA) - Indeks Keterbukaan Dunia (World Openness Index), yang mengukur tingkat keterbukaan 129 perekonomian dari 2008 hingga 2020, dirilis pada Sabtu (5/11) di Forum Ekonomi Internasional Hongqiao (Hongqiao International Economic Forum) kelima di Shanghai.

Pada 2020, Indeks Keterbukaan Dunia berada di angka 0,7491, turun 0,02 persen dari 2019. Hal ini terutama disebabkan oleh pengetatan isolasi sosial lintas batas akibat pandemi COVID-19.

Indeks yang pertama dirilis pada 2021 tersebut disusun oleh Institut Ekonomi dan Politik Dunia (Institute of World Economics and Politics/IWEP) yang berada di bawah naungan Akademi Ilmu Sosial China (Chinese Academy of Social Sciences/CASS) bersama Pusat Penelitian untuk Forum Ekonomi Internasional Hongqiao (Research Center for the Hongqiao International Economic Forum). Indeks ini dicantumkan dalam Laporan Keterbukaan Dunia (World Openness Report) 2022.

Menurut indeks tersebut, 10 perekonomian paling terbuka pada 2020 adalah Singapura, Jerman, Daerah Administratif Khusus (Special Administrative Region/SAR) Hong Kong (China), Irlandia, Swiss, Belanda, Kanada, Malta, Prancis, dan Inggris.

Indeks keterbukaan China melonjak dari 0,7107 pada 2012 menjadi 0,7507 pada 2020, naik sebesar 5,6 persen, dan peringkatnya naik dari posisi 47 ke peringkat 39.

Sementara itu, negara-negara anggota BRICS dan perekonomian di sepanjang Sabuk dan Jalur Sutra mencatatkan keterbukaan yang lebih luas, seperti ditunjukkan oleh indeks tersebut.

Pada 2020, indeks keterbukaan perekonomian-perekonomian Sabuk dan Jalur Sutra berada di angka 0,7218, naik 0,4 persen dari 2019, dan indeks keterbukaan BRICS naik 0,2 persen menjadi 0,7091 pada 2020.

Amerika Serikat, yang merupakan perekonomian paling terbuka pada 2008, merosot ke posisi 23.

Laporan tersebut mengungkapkan bahwa di tengah berbagai tantangan keamanan yang dihadapi dunia, semua negara harus mengupayakan perdamaian melalui keterbukaan dan inklusivitas, mendorong keamanan melalui kerja sama yang saling menguntungkan, serta bersama-sama menciptakan masa depan yang terglobalisasi.
 

Pewarta: Xinhua
Editor: M Razi Rahman
Copyright © ANTARA 2022