Banjarmasin (ANTARA) - Perkara korupsi proyek galangan kapal pada PT Dok & Perkapalan Kodja Bahari (Persero) Shipyard Banjarmasin, Kalimantan Selatan, mulai disidangkan di Pengadilan Tipikor Banjarmasin, Selasa, dengan menghadirkan dua terdakwa, yakni Albertus Pattaru dan Suharyono.

"Kami mendakwa terdakwa melakukan tindakan melawan hukum karena sebagai pengguna anggaran (PA) dan pejabat pembuat komitmen (PPK) tidak melakukan pengendalian dan pengawasan sehingga berakibat kegagalan konstruksi dan tidak bisa dimanfaatkan," kata tim Jaksa Penuntut Umum Kejati Kalsel Harwanto saat membacakan dakwaan pada sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim I Gedhe Yuliarta.

Berdasarkan hasil audit oleh BPKP Kalsel, ungkap Harwanto, kerugian negara akibat korupsi itu mencapai lebih dari Rp5,7 miliar.

Adapun proyek yang mengalami kegagalan dimaksud pembangunan galangan kapal dengan pagu anggaran Rp20 miliar lebih berasal dari penyertaan modal negara (PMN) dan APBN.

Kontrak pekerjaan dimenangkan oleh PT Lidy's Artha Borneo dengan nilai Rp19,4 miliar pada tahun 2018 dengan masa kerja 210 hari.

Menurut JPU, pelaksanaan pekerjaan juga bermasalah karena pihak yang meneken kontrak bukan merupakan perwakilan resmi PT Lidy's Artha Borneo sebagai pemenang lelang. Oleh karena itu, kedua terdakwa masing-masing didakwakan dengan dakwaan primer dan subsider.

Pada dakwaan primer adalah Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sedangkan dakwaan subsider, yakni Pasal 3 ayat (1) jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Dakwaan ini langsung ditanggapi eksepsi dari kedua terdakwa, baik Albertus Pattaru selaku mantan Direktur Komersial PT Dok & Perkapalan Kodja Bahari (Persero) Shipyard Banjarmasin dan Suharyono selaku mantan Direktur Operasi & Teknik PT Dok & Perkapalan Kodja Bahari (Persero) Shipyard Banjarmasin.

Albertus dalam eksepsi menyatakan JPU telah keliru menilai dirinya sebagai PA. Sesuai aturan pemerintah, PA dalam pengadaan barang dan jasa senilai lebih dari Rp15 miliar adalah direktur utama dan bukan dirinya yang saat itu hanya menjabat sebagai direktur komersial.

"Pihak yang menentukan pemenang lelang itu juga keputusan direktur utama, bukan saya," katanya.

Tindakannya menandatangani kontrak pekerjaan galangan kapal itu pun merupakan penugasan dari rapat dewan direksi perseroan di tingkat pusat.

Terkait dakwaan bahwa dirinya lalai dalam mengendalikan dan mengawasi pekerjaan juga dibantahnya. Terdakwa menyebut dia secara resmi menunjuk dan membayar ahli dari Fakultas Teknik Universitas Lambung Mangkurat sebagai pengawas pekerjaan.

Selama masih menjabat sebagai Direktur Komersial PT Dok & Perkapalan Kodja Bahari (Persero) Shipyard Banjarmasin hingga tahun 2019, terdakwa mengklaim tak pernah mendapat laporan dari pengawas bahwa pekerjaan dilakukan tidak sesuai spesifikasi.

"Surat dakwaan jaksa menurut saya tidak jelas, tidak cermat dan tidak tepat," kata terdakwa.

Sidang akan dilanjutkan pada Selasa (22/11) pekan depan dengan agenda pembacaan putusan sela menanggapi eksepsi kedua terdakwa.

PT Dok dan Perkapalan Kodja Bahari (Persero) merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di bidang pembangunan kapal baru, pemeliharaan dan perbaikan (docking) kapal serta nonkapal dengan kantor pusat di Jalan Sindang Laut Jakarta. Perusahaan ini memiliki sembilan galangan, termasuk di Banjarmasin.

Pewarta: Firman
Editor: Didik Kusbiantoro
Copyright © ANTARA 2022