Yogyakarta, (ANTARA News) - Dewan Perwakilan Rakyat (DPRD) Kota Yogyakarta menilai Yogyakarta perlu menyusun rencana induk (master plan) tentang penataan lingkungan dan membuat Peraturan Daerah (Perda) tentang Lingkungan Hidup. "Melihat kondisi geografis dan keluasan wilayah Kota Yogyakarta, perlu penataan yang komprehensif. Untuk mencapai target itu, perlu disusun regulasi," kata Ketua DPRD Kota Yogyakarta, Arif Noor Hartanto di Yogyakarta, Jumat (28/4). Menurut dia, wacana ini merupakan salah satu dari isi kesimpulan Panitia Khusus DPRD terhadap Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Walikota Yogyakarta Tahun Anggaran 2005 yang disampaikan pada rapat paripurna dewan, 27 Maret 2006. Pemikiran ini muncul setelah mengkaji berbagai persoalan kehidupan di Yogyakarta, terutama masalah kesehatan, karena ternyata sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan baik fisik maupun nonfisik. Keberadaan sebuah perda yang akan mengatur lingkungan fisik dinilai penting agar bisa menjamin masalah lingkungan hidup, seperti kualitas udara, air dan lain sebagainya. Ia melihat, perda dapat berfungsi sebagai upaya percepatan penyelesaian isu penting yang ada di tengah kehidupan masyarakat serta membangun budaya masyarakat tersebut untuk berperan aktif bersama pemerintah dan mencari penyelesaian masalahnya. Meski ia mengakui dewan belum memiliki pandangan konkret mengenai substansi perda tersebut, tetapi ia menyebutkan perda tersebut akan mengatur secara spesifik persoalan kota antara lain air, drainase hingga penanganan polusi udara. Program tamanisasi oleh pemerintah selama ini dinilai sedikit banyak telah memberikan kontribusi pada masalah polusi di Kota Yogyakarta. Tetapi program yang digawangi Herry Zudianto itu, kurang membidik pusat masalahnya. Pada Agustus 2006, katanya, direncanakan Kota Yogyakarta memiliki 25 Instalasi Pengolah Air Limbah (IPAL) yang secara strategis dapat menjawab kebutuhan mendesak masyarakat tentang lingkungan hidup. "Tetapi kondisi tak menguntungkan ternyata masih banyak dijumpai. Di tengah permukiman penduduk yang kian padat, setiap rumah dituntut untuk memiliki sumur sebagai sumber mata air sekaligus saluran pembuangan akhir. Ini yang menyebabkan kualitas air di Kota Yogyakarta menurun drastis," katanya. IPAL, kata dia, perlu memiliki sebuah payung hukum yang menyeimbangkan korelasi antara kepentingan masyarakat dan pemerintah. Dengan perda tersebut, paling tidak pemerintah bukan hanya membuat larangan-larangan tertentu, tetapi juga bisa memberikan solusinya. "Misalnya, untuk mengurangi polusi udara dengan mengurangi jumlah kendaraan bermotor, maka harus disertai dengan solusi penyediaan akses alat transportasi alternatifnya," kata dia. Di sisi lain, juga harus mulai ada proses penyadaran pada masyarakat tentang pentingnya menjaga lingkungan hidup agar tidak sekedar memandangnya sebagai sebuah kewajiban semata. "Perda ini diharapkan dapat mengikat dua sisi tersebut, yakni pemerintah sebagai pelayan serta masyarakatnya sendiri dengan cara menumbuhkan budaya menyintai dan merawat lingkungan," kata dia. Menurut dia, DPRD sedang gencar melakukan kegiatan terkait permasalahan lingkungan hidup, salah satunya dengan mengirimkan tim untuk aktif dalam seminar lingkungan hidup.(*)

Copyright © ANTARA 2006