Literasi digital dan keuangan yang belum merata
Jakarta (ANTARA) - Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH) menyatakan literasi keuangan digital di kalangan perempuan penting untuk menekan risiko kejahatan keuangan di ruang maya.

"Literasi digital dan keuangan yang belum merata di tengah meningkatnya penggunaan layanan fintech di kalangan perempuan, masih menempatkan kelompok masyarakat ini, khususnya di Indonesia, sebagai pengguna layanan yang rentan terhadap berbagai resiko kejahatan keuangan," kata Deputy Secretary General IV dan Head of The Personal Data Protection Task Force AFTECH Sati Rasuanto dalam pernyataan pers, Senin.

Baca juga: Regulasi Perlindungan Data penting untuk proteksi pengguna tekfin

Berdasarkan hasil diskusi "Women in Fintech Roundtable Discussion: Role of Women in Promoting Responsible Innovation on Digital Finance and Fintech Ecosystem" yang dilaksanakan AFTECH pada 11 November lalu, baik pelaku industri maupun pemerintah masih memiliki banyak tugas dan perlu bekerja sama dalam mengadvokasi dan memberikan akses yang lebih mudah kepada masyarakat khususnya perempuan dalam inklusi keuangan pada lingkup digital.

Menurut sumber Laporan Survei Anggota Tahunan AFTECH, perusahaan fintech di Indonesia saat ini memang sudah cukup banyak menyediakan layanan khusus untuk perempuan.

Salah satu produk layanan yang paling banyak digunakan oleh perempuan adalah P2P lending yang 84 persen peminjamnya adalah perempuan. Hal ini juga juga sejalan dengan survei yang dilakukan OJK yang mengungkapkan bahwa 66,7 persen penerima P2P atau pinjaman online adalah perempuan.

Lebih lanjut, wanita yang juga merupakan Co-Founder dan CEO VIDA itu mengatakan, hal ini seiring dengan meningkatnya jumlah kasus perempuan sebagai korban platform pinjaman dan investasi online ilegal.

Baca juga: Asosiasi soroti pentingnya implementasi "GRC" bagi tekfin

"Meningkatnya jumlah kasus perempuan sebagai korban platform pinjaman dan investasi online ilegal menunjukkan rendahnya literasi keuangan dengan berbagai latar belakang yang masih perlu diperhatikan baik oleh pelaku bisnis industri fintech maupun pemerintah," imbuhnya.

Selain itu, asosiasi juga menyoroti industri layanan keuangan digital menjadi salah satu sektor yang paling berkembang dengan adanya peningkatan partisipasi perempuan sebagai pelaku industri dan penggunanya.

Sebagai usaha untuk mengurangi kesenjangan gender dalam inklusi keuangan, industri fintech di Indonesia saat ini juga sudah banyak melibatkan perempuan untuk berinovasi dalam membangun ekosistem digital yang aman dan nyaman untuk perempuan.

"Dalam proses onboarding pengguna layanan digital, keberhasilan verifikasi dan otentikasi identitas digital sesuai dengan identitas legal menjadi salah satu kunci penentu bergabungnya pengguna ke dalam platform layanan fintech," kata Sati.

"Untuk itulah, sebagai penyedia layanan verifikasi identitas dan sertifikat elektronik, VIDA berkomitmen untuk terus berinovasi dalam menghasilkan teknologi yang inklusif dan ramah bagi berbagai gender," imbuhnya.

Baca juga: Asosiasi harap IFS bantu mempercepat digitalisasi keuangan

Baca juga: AFTECH optimistis industri fintech tetap bertumbuh di 2023

Baca juga: AFTECH: Serangan siber masih jadi tantangan bagi tekfin

Pewarta: Arnidhya Nur Zhafira
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2022